A.
Terjadinya
Hukum (Pembentukan atau Terbentuknya Hukum)
Dalam pandangan
yang ekstrim dan secara tegas memedakan hukum berasal dari perundang-undangan
dan yang berasal dari peradilan, ajaran yang berlaku sat ini:
1. Hukum terbentuk melalui cara
2. Pertama-tama karena pembentuk undang-undang membuat aturan-aturan
umum.
3. Penerapan undang-undang tidak dapat berlangsung secara mekanis.
4. Perundang-undangan tidak dapat lengkap sempurna.
5. Disamping oleh perundang-undangan dan peradilan, hukum terbentuk
didalam pergaulan sosial.
6. Peradilan kasasi berfungsi terutama untuk memelihara kesatuan hukum
dalam pembentukan hukum.
Dari
uraian-uraian tersebut jelas bahwa hukum terbentuk karena kebiasaan, peradilan perundang-undangan dan dalam proses.
B. Pengaruh Agama Terhadap Hukum
Adolf
schnitzer dalam karyanya Verglecbende Recbtslebre (1961) pada bagian
yang menjelaskan tenteng keluarga hukum yang ada di berbagai Negara,
disebutkannya ada lima yaitu:
Keluarga hukum
dalam daerah Roman, Germania, Salvia, Anglo-America, dan negara-negara
Afroasia. Beliau menambahkan adanya
hukum agama yang sangat berpengaruh yakni hukum yahudi, hukum kristen, dan
hukum islam
Didalam
pergaulan masyarakat antara hukum islam dan hukum adat itu ada korelasi,
seperti yang pernah di usahakan dalam pembuktian oleh Prof. Mr. J.Prins, bahwasanya
hukum dapat dilukiskan menurut tiga kemungkinan:
1.
Hukum islam
membawa kaidah-kaidah hukum untuk kepentingan-kepentingan yang belum ada
didalam hukum adat Indonesia.
Contoh:Wakaf
yang menjadi wakaf di Indonesia
2.
Satu lembaga
hukum diatur didalam kedua sistem hukum itu sendiri.
Contoh: Hukum
perkawinan
3.
Terdapat
bentrokan didalam kaidah-kaidah hukum islam dengan kaidah-kaidah hukum adat.
Contoh: Hukum
perwarisan.
C. Pembentukan Hukum Dalam Yuriprudensi
Bentuk-bentuk
hukum positif, yang sampai sekarang diperbincangkan mempunyai suatu sifat yang
berjalan, dan kaidah-kaidah hukum itu bersifat umum;
Hukum didalam
bentuk-bentuk itu dinamakan hukum objektif.
Objektif itu
dirumuskan secara teoritis peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi didalam
pergaulan masyarakat.
D. Subjek Hukum
![]() |
Subjek
Hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh
hak dan kewajiban dari hukum hanyalah manusia.
Sebagai
orang dewasa subjek Hukum ini dibagi menjadi:
1.
Orang atau
manusia (naturlijke persoon)
2.
Badan hukum
(rechtspersoon)
Adapun
penjelasan dari keduanya adalah sebagai
berikut:
1.
Orang
Dalam, hukum,
perkataan orang (person) berarti pembawa hak dan kewajiban atau sujek di dalam
hokum
Hukuman yang
berupa pencabutan hak memang masih ada, tetapi terbatas kepada pencabutan
terhadap hak-hak tertentu saja.
Hak-hak tertentu yang bisa di cabut antaranya:
a.
Hak memegang jabatan.
b.
Hak memasuki angkatan bersenjata.
c.
Hak memilih dan dipilih dalam pemilihn yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum
d.
Hak menjadi penasehat
e.
Hak menjalankan kekuasaanbapak
f.
Hak untuk menjalankan pencaharian tertentu.
Berlakunya
manusia sebagai pembawa hak mulai saat ia dilahirkan dan berahir pada saat ia
meninggal, walawpun menurut hukum setiap orang memiliki hak namun tidak semua
orang dapat melkukannya sendiri dalammelaksanakan hak-haknya. Mereka gyang di
nyatakan hokum tidak cakap ialah:
a.
Orang yyang masih dibawah umur
b.
Orag yang tidak sehat pikirannya.
c.
Orang perempua dalam pernikahan
2.
Badan Hukum
Manusia bukanlah satu-atunya subjek hukum
Badan hokum adalah organisasi
atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak
dan kewajiban
Badan hukum bertindak dengan peraturan dengan pengurus-pengurusnya badan
hokum di bedakan menjadi dua bentuk:
a.
Badan hokum public
Badan hokum yang didirikan berdasarkan hokum public yang menyangkut
kepentingan,orang banyak atau Negara pada umumnya.
b.
Badan hokum privat
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang
menyangkutkepentingan pibadi didalam badan hukum itu.
Menurut tujuannya badan hokum
prifat dapat di bagi menjadi:
1.
Perserikatan dengan tujuan tidak matrialitismal
Contoh: perkumpulan gereja
2.
Persekutuan dengan memperoleh laba.
Contoh: pereroan terbatas
Tori yang berhubungan dengan badan
hukum:
1.
Teori Fiksi atau anggapan dari Von Savigny, C.W.
Opzoomer. Dan Houwing
2.
Teori kekayaan tujuan
dari A.Brins dan EIJ van der heyden
3.
Teori Organ dari otto von gierke
4.
Teori milik kolektif dari W.I.P.A. Molengraff dan
Marsell Planiol
5.
Teori Duguit
6.
Teori Eggens
E. Objek Hukum
Objek hukum adalah sesuatu yang
berguna bagi subjek hokum.
Biasanya objek hukum di sebut
benda
Menurut pasal 503 KUHPerd, benda
dibagi menjadi:
1.
Benda berwujud
2.
Benda tidak berwujud
3.
Benda bergerak dan tidak bergerak
PEMBAHASAN
A.
SUBYEK HUKUM
Subyek
hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.
Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum hanyalah manusia. Jadi
manusia oleh hukum diakui sebagai penyandang hakdan kewajiban, sebagai subyek
hukum atau sebagai orang.
Dewasa
ini subyek hukum dibagi menjadi:
1.
Orang/manusia (natuurlijke
persoon); dan
2.
Badan Hukum (rechtspersoon)
Adapun penjelasan dari keduanya adalah
sebagai berikut:
1.
Orang
` Dalam hukum, perkataan orang (persoon)
berarti pembawa hak dan kewajiban (rechtsdrager) atau subjek di dalam hukum.
Pada masa sekarang tiap orang tidak peduli kebangsaan, agama atau statusnya
adalah subjek hukum. Pada zaman dahulu ketika masih ada perbudakan, budak
bukanlah subjek hukum tetapi merupakan objek hukum dan dapat diperjualbelikan.
Selain itu, dahulu dikenal istilah kematian perdata (burgelyke dood), yaitu
pernyataan pengadilan(lijke dood) yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh
memiliki hak apapun lagi. Hal yang demikian tidak dimungkin lagi berdasarkan
pasal 3 BW yang berbunyi: “tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian
perdata, atau kehilangan segala hak-hak kewargaan”.
Hukum
yang berupa pencabutan hak memang masih ada, tetapi terbatas kepada pencabutan
terhadap hak-hak tertentu saja. Hukuman yang semacam itu tidak langsung hanya
untuk sementara aktu saja. Hak-hak tertentu dapat dicabut di antaranya:
a.
Hak memegang jabatan pada umumnya
atau jabatan tertentu;
b.
Hak memasuki angkatan bersenjata
c.
Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum;
d.
Hak menjadi penasehat, wali
pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas anak yang bukan anak sendiri;
e.
Hak menjalankan kekuasaan bapak,
menjalankan perwakilan atau pengampuan atas anak sendiri;
f.
Hak untuk menjalankan pencaharian
tertentu.
Berlakunya
manusia sebagai pembawa hak mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada
saat ia meninggal dunia; bahkan seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya
dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir) apabila
kepentingannya menghendaki, seperti untuk menjadi ahli waris,menerima pemberian
asal hidup.
Walaupun
menurut hukum setiap orang memiliki hak, namun tidak semua orang diperbolehkan
sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu. Mereka yan oleh hukum dinyatakan
tidak cakap (handelingsonbekwaam) ialah:
a.
Orang yang msih dibawah umur
(belum dewasa).
b.
Orang yang tidak sehat pikirannya (gila),
pemabuk dan pemboros, yakni mereka yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele).
c.
orang perempuan dalam
pernikahan(wanita kawin).
2.
Badan hukum
Manusia
bukanlah satu-satunya subyek hukum. Dalm
lalu lintas hukum diperlukan sesuatu hal lainyang bukan manusia yang menjadi
subjek hukum. Di samping orang. Dikenal juga subjek hukum yang bukan manusia
yang disebut badan hukum. Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia
yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiba. Badan
hukum bertindak sebagia satu kesatuan dalam lalu lintas hukum seperti orang. Hanya
saja bedanya, badan hukum tidak dapat kawin, tidak dapat mempunyai anak. Badan
hukum tidak dapat mempunyai kekuasaan marital. Badan hukum tidak dapat di
penjara kecuali dijatuhi hukuman denda.
Badan
hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya. Badan hukum di bedakan
menjadi dua bentuk, yaitu:
a.
Badan hukum publik
Badan hukum yang
didirikan berdasarkan hukum publik yang menyangkut kepentingan publik, orang
banyak atau negara pada umunya. Badan hukum ini merupakan badan-badan hukum
negara yang mempunya kekuasaan wilayah atau yang merupakan lembaga yang
dibentuk oleh yang berkuasa, berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan
eksekutif, pemerintah atau badan
pengurus yang diberi tugas untuk itu. Contoh badan hukum publik seperti:
negara, propinsi, kabupaten, Bank Indonesia dan lain-lain.
b.
Badan hukum privat (perdata),
yang dapat dibagi lagi menjadi:
Badan hukum yang didirikan berdasarkan
hukum sipilatau perdat yang menyangkut kepentingan pribadi didalam badan hukum
itu. Badan hukum ini merupakan badan hukm swasta yang didirikan oleh pribadi
orang untuk tujuan tertentu, yaitu mencari keuntungan, sosial pendidikan,
politik, kebudayaan, kesehatan, olaharaga dan lain-lain.
Menurut, tujuannya, badan hukum privat
dapat dibagi menjadi:
1)
Perserikatan dengan tujuan tidak
matrealistis/amal.
Contoh:
perkumpulan gereja, badan wakaf, yayasan dll.
2)
Persekutuan dengan tujuan
memperoleh laba. Contoh: Perseroan Terbatas.
Ada
beberapa teori yang berhubungan dengan badan hukum, yakni:
1.
Teori Fiksi atau anggapan dari
Von Savigny,C.W.Opzoomer dan houwing.
Pada dasarnya subjek hukum hanya
manusia. Badan hukum hanyalahanggapan (fiksi) saja, hanya gambaran saja yang
tidak berujud dengan nyata. Ia dibuat oleh negara. Ia dipersamakan dengan
orang.
2.
Teori Kekayaan tujaun dari A.
Brinz dan EIJ van der Heyden Menurut teori ini kekayaan badan hukum bukan
kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat pada tujuannya (Zweck
Vermogen). Tiap hak tidak ditentukan oleh suatu subjek tetapi ditentukan oleh
suatu tujuan. Menuru teori ini hanya manusialah yang menjadi subjek hukum dan
badan hukum adalah untuk melayani kepentingan tertentu.
3.
Teori Orgaan dari Otto von Gierke
Badan hukum itu seperti manusia. Ia
suatu jelmaan yang sungguh-sungguh ada dalam pergaulan hukum. Badan hukum itu
membentuk kehendak sendiri dengan perantara alat-alat (organ) yang ada padanya
(pengurus) seperti manusia. Menurutya, badan hukum bukanlah suatu fiksi tapi
merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi
yuridis. Fungsi badan hukum dipersamakan dengan fungsi manusia.
4.
Teoro milik kolektif dari
W.L.P.A. Molengraff dan marcel Planiol
Dalam toeri ini badan hukum ialah harta
yang tida dapat dibagi-bagi dari anggota-anggota secara bersama-sama. Hak dan
kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban para anggota
secara bersama-sama. Oleh karenanyabadan hukum hanya konstruksi yuridis, jadi
pada hakikatnya abstrak
5.
Teori Duguit
Sesuai dengan ajarannya tentang fungsi
sosial, dalan teori ini Duguit tidak mengakui adanya badan hukum sebagai subjek
hukum tetapi hanya fungsi-fungsi sosial yang harus dilaksanakan. Manusia
sajalah sebagai subjek hukum, selain manusia bkan subjek hukum.
6.
Teori Eggens
Badan hukum adalah sesuatu “hulpfiguur”,
karena adanya diperlakukandan dibolehkan hukum, demi untuk menjalankan hak-hak
dengan sewajarnya (behoorlijk). Bahwa dalam hal-hal tertentu keperluan itu
dirasakan, oleh karena hukum hendak memperlakuakan suatu rombongan orang yang
bersama-sama mempunyai kekayaan dan tujuan tertentu sebagai suatu kesatuan,
karena seorang subjek hukum saja tidak dapat berwenang secara sendiri-sendiri
bertindak dalam rangkaian peristiwa hukum.
B. Obyek
Hukum
Obyek hokum (recht object) adalah
segala sesuatu yang berguna bagi subjek hokum (manusia/badan hokum) dan yang
menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hokum, oleh
karenanya dapat dikuasai oleh subjek hokum.
Biasanya objek hokum disebut benda.
Menurut hukumm perdata, benda ialah segala barang-barang dan hak-hak yang
dimiliki orang (vide Pasal 499 KUHPerd).
Menurut Pasal 503 KUHPerd, benda
dibagi menjadi:
1.
Benda berwujud, yaitu segala
sesuatu yang dapat diraba oleh pancaindera, seperti: rumah, buku, dan
lain-lain.
2.
Benda tidak berwujud (bendai
immaterial), yaitu segala macam hak, seperti: Hak cipta, merek dan lain-lain.
Menurut Pasal
504 KUHPerd, benda dapat juga dibagi atas:
1.
Benda tidak bergerak (benda
tetap), yaitu benda yang tidak dapoat dipindahkan, seperti tanah dan segala
sesuatu yang ditanam atau yang dibangun diatasnya, seperti: pohon, gedung,
mesin-mesin dalam parbik dan lain-lain.kapal yang besarnya 20 m3 termasuk juga
golongan benda juga.
2.
Benda bergerak (benda tidak
tetap), yaitu benda-benda yang dapat dipindahkan, seperti: sepeda, meja, hewan
dan lain-lain
C. Peristiwa Hukum
Yang
dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit. adalah
peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih jelas
akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum,
sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh pertama :
Peristiwa transaksi jual beli
barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu
timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Contoh kedua :
Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa
kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai
akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada
pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya
berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut
akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si
pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana
disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa
dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan atau
doodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh ketiga :
Seorang pria menikahi wanita secara resmi.
Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur
oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam peristiwa ini timbul hak dan
kewajiban bagi suami istri. Pada pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan
perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur
urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
A.1.
Macam-macam Peristiwa Hukum
Setelah
memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di
bedakan menjadi 2, yaitu :
a. Peristiwa hukum karena perbuatan
subyek hukum;
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum
adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat
menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa
tentang penghibahan barang.
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek
hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subyek
hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum
tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, dan kadaluarsa
(aquisitief yaitu kadaluarsa yang menimbulkan hak dan extinctief yaitu
kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban).
A.2.
Pembagian Macam-macam Perbuatan Hukum
Dalam
pembahasan mengenai peristiwa hukum dikenal dua macam Perbuatan hukum, yakni
• perbuatan hukum yang bersegi satu
(eenzijdig). adalah setiap perbuatan yang berakibat hukum (rechtsgevolg) dan
akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu subyek hukum, yaitu satu pihak saja
(yang telah melakukan perbuatan itu). Misalnya, perbuatan hukum yang disebut
dalam pasal 132 KUHPerdata (hak seorang istri untuk melepaskan haknya atas
barang yang merupakan kepunyaan suami istri berdua setelah mereka kawin, benda
perkawinan), contoh lain adalah yang disebutkan dalam pasal 875 KUHPerdata
yaitu perbuatan mengadakan surat wasiat.
• perbuatan hukum yang bersegi dua
(tweezijdig). adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh
kehendak dua subyek hukum, yaitu dua pihak atau lebih. Setiap perbuatan hukum
yang bersegi dua merupakan perjanjian (overeenkomst) seperti yang tercantum
dalam pasal 1313 KUHPerdata : “Perjanjian itu suatu perbuatan yang menyebabkan
satu orang (subyek hukum) atau lebih mengikat dirinya pada seorang (subyek
hukum) lain atau lebih”.
A.3.
Zaakwaarneming dan onrechtmatiga daad.
Zaakwaarneming
(perwakilan sukarela) yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun
bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan
perbuatan itu. Misalnya pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi :
“Jika seseorang dengan sukarela,
dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan
atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya
untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang
diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala
kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu
pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”. Contoh: perbuatan memperhatikan
(mengurus) kepentingan orang lain, dengan tanpa adanya permintaan dari orang
yang berkepentingan.
• Onrechtmatigedaad (perbuatan
melawan hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau
pasal 1401 Burgerlijk Wetboek, yang menetapkan :
“Elke onrechtmatigedaad, waardoor
aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die
schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden”.
Soebekti dan Tjitrosudibio menterjemahkannya
sebagai berikut :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hak
Hak adalah
izin, kekuasaan, dan wewenang yang diberikan pihak hukum kepada seseorang tau sekelompok orang yang
dapat dijual, digadaikan, atau diperbuat apa saja asalkan tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan.
Dalam
bahasa Latin digunak an istilah “Ius”. Dalam bahasa Belanda dipakai istilah
”Recht” ataupun “Droit” dalam Bahasa Perancis. Menyalahgunakan hak dalam bahasa
Belnda disebut “misbruik van recht” atau “abus de droit”.
Prof.
Mr. L.Jvan Apeldoorn mengatakan bahwa hak ialah hukum yang dihubungkan dengan
seorang manusia atau subyek hukum tertentu dengan demikian menjelma menjadi
suatu kekuasaan dan suatu hak timbul apabila hukum mulai bergerak. Misalnya :
Menurut hukum si A berhak atas sesuatu ganti rugi.
Yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang digunakan oleh hukum
obyek kepada subyek hukum. Wewenang yang diberikan oleh obyek hukum ini
contohnya wewenang untuk memiliki tanah dan bangunan yang penggunaannya
diserahkan kepada pemilik itu sendiri. Ia dapat berbuat apa saja terhadap tanah
dan bangunan itu misalnya untuk menguasai, menjual, menggadaikan, dan
sebagainya, asal saja tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Kewenangan untuk berbuat
itulah yang bisa disebut hak. Denagn kata lain, hak adalah tuntutan sah, agar
orang lain bersikap-tindak dengan cara-cara tertentu.
Telah dikeahi bahwa, hak itu ada manakala terjadi peristiwa hukum.
Contohnya, suatu perjanjian jual beli rumah. Apabila diamati, suatu hak timbul
atas beberapa sebab :
1.
Adanya subyek
hukum baru, baik berupa orang maupun badan hukum ;
2.
Adanya perjanjian yang telah disepakati oleh
para pihak yang mengadakan perjanjian ;
3.
Adanya kerugian
yang diderita seseorang akibat kesalahan orang lain ;
4.
Seseorang telah
melakukan kewajiban yang merupakan syarat mutlak untuk memperoleh hak itu ;
5.
Kadaluarsa yang
bersifat akuisitif, yaitu ynag dapat melahirkan hak bagi seseorang.
Sedangkan lenyapnya hak dapat
disebabkan oleh beberapa sebab :
1.
Pemeganghak
tersebut meninggal dunia dan kebetulan tidak didapati pengganti atau ahli waris
yang ditunjuk, baik oleh pemegang hak itu sendiri maupun oleh hukum;
2.
Masa berlakunya
hak telah habis dan tidak dapat diperpanjang lagi;
3.
Telah
diterimanya suatu benda yang menjadi
obyek hak itu sendiri;
4.
Kadaluarsa yang
bersifat ekstingtif. Yaitu, kadaluarsa yang menghapuskan hak. Misalnya
seseorang yang memilki sebidang tanah yang diterlantarkan. Kemudian, tanah itu
selama 30 tahun dipelihara, digarap, dan dikuasai oleh orang lain. Maka orang
lain itulah yang berhak atas tanah tersebut.
B.
Macam-macam
Hak
Pokok-pokok hak
itu dapat di bedakan antara hak mutlak(absolut) atau hak nisbi(relatif).
a.
Hak mutlak
Ialah
hak yang memberikan wewenang kepada seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan,hak dapat d pertahankan terhadap siapapun juga, dan sebaliknya setiap
orang juga harus menghormati hak-hak tersebut.
Hak mutlak
dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
1.
Hak asasi
manusia, misalnya hak seorang untuk dengan bebas bergerak dan tinggal dalam
suatu negara.
2.
Hak publik
mutlak, misalnya hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya.
3.
Hak perdata,
misalnya hak marital,hak atau kekuasaan orang tua(Ouderlijke Macht),hak
perwalian(Voogdij),hak pengampunan(Curatele).
b. Hak Nisbi
Ialah
hak yang memberikan wewenang kepada seorang tertentu atau beberapa orang
tertentu untuk menuntut agar seseorang atau beberapa orang tertentu memberikan
sesuatu,melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
Hak
relatif sebagian besar terdapat dalam
hukum perikatan(bagian dari hukum perdata)yang timbul berdasarkan
persetujuan-persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
Contoh dari persetujuan jual-beli terdapat hak
relatif, seperti :
1.
Hak penjual
untuk menerima pembayaran dan kewajibannya untuk menyerahkan barang kepada
pembeli
2.
Hak
pembeli untuk menerima barang dan
kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada penjual.
C.
Pengertian
Kewajiban
Selain
hak, ada pula kewajiban. Kewajiban adalah beban yang diberikan oleh hukum
kepada orang atau badan hukum. Misalnya kewajiban bagi setiap Pegawai Negeri
Sipil (PNS) golongan III keatas dan pengusaha untuk membayar pajak penghasilan
setelah dikurang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Apabila diamati,
keewajiban akan timbl atas beberapa sebab, antara lain :
1.
Diperolehnya
suat hak yang dengan syarat harus memenuhi kewajiban tertentu;
2.
Adanya suatu
perjanjian yang telah disepakati bersama;
3.
Kesalahan
seseorang yang menimbulkan kerugian bagi orang lain;
4.
Telah menikmati
ha tertentu yang harus diimbangi dengan kewajiban tertentu;
5.
Kadaluarsa,
misalnya adalah kewajiban baru membayar denda.
Selain
itu, kewajibanpun akan lenyap atas beberapa sebab:
1.
Meninggalkan
seseorang yang mempunyai kewajiban tanpa ada yang menggantikannya;
2.
Masa berlakunya
telah habis dan tidak dapat diperpanjang kembali;
3.
Kewajiban
tersebut telah dipenuhi oleh yang bersangkutan ;
4.
Hak yang telah
melahirkan kewajiban telah hilang;
5.
Kadaluarsa
ekstingtif;
6.
Ketentuan
undang-undang;
7.
Kewajiban telah
dialihkan atau beralih kepada pihak lain;
8.
Diluar kemampuan
manusia, sehingga manusia tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut.
Pengertian lain
menyebutkan bahwa kewajiban itu adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan
penuh rasa tanggung jawab.
D. Hak dan Kewajiban dalam UUD
Sebagai warga negara yang
baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan tertib.
Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 seperti yang terkandung
dalam UUD 45 pasal 26-31..
- Pasal
26 ayat 1 yang menjadi warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga
- Negara
pada ayat 2, syarat -syarat mengenai kewarganegaraanditetapkan dengan
undang-undang.
- Pasal
28 disebutkan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
- Pasal
30 ayat 1 bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara dan ayat 2 mengatakan pengaturan lebih lanjut diatur
dengan UU No.6 Hubungan warga negara dengan Negara.
a.
Kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan.
Negara kesatuan RI menganut asas
bahwa setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan
pemerintahan. Hak dan kewajiban dalam bidang politik
·
Pasal 27 ayat (1)
menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak
ada kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban,
yaitu:
1. Hak untuk
diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
2. Kewajiban menjunjung
hukum dan pemerintahan.
Ini adalah konsekuensi
dari prinsip kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan. Pasal 27 ayat 1 UUD 45
menyatakan tentang kesamaan kedudukan warga Negara di dalam hukum dan
pemerintahan dan kewajiban warga Negara dalam menjunjung hukum dan pemerintahan
tanpa pengecualian. Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
b.
Hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 27 ayat 2 UUD 45 menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini memancarkan
asas keadilan social dan kerakyatan. Berbagai peraturan perundang-undangan yang
mengatur hal ini seperti yang terdapat dalam UU agrarian, Perkoperasian,
Penanaman Modal, Sistem Pendidikan Nasional, Tenaga Kerja, Usaha Perasuransian,
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Perbankan, dan sebagainya. Deangan tujuan
menciptakan lapangan kerja agar warga Negara memperoleh penghidupan yang layak.
c.
Kemerdekaan
Berserikatdan Berkumpul
Pasal 28 UUD 45 menetapkan hak warga Negara dan penduduk untuk berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pendapat/pikiran secara lisan maupun tertulis.
Syarat-syaratnya akan diatur dalam UU. Pasal ini mencerminkan bahwa Negara
Indonesia bersifat demokratis. Pelaksanaan pasal 28 ini telah diatur dalam
undang-undang , antara lain:
·
UU Nomor 1 tahun 1985
tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang pemilihan umum anggota anggota
Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat .sebagaimana telah diubah dengan UU
nomor 4 Tahun 1975 dan UU Nomor 3 Tahun 1980.
·
UU Nomor 2 Tahun 1985
tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan
MPR, DPR, dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UUNomor5Tahun1975.
d. Kemerdekaan
MemeIuk Agama
Pasal 29 ayat 1 UUD 45
menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya
penjelasan UUD 45 menyebutkan bahwa ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa
Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ayat 2 menyatakan bahwa Negara:
Menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Kebebasan memeluk agama merupakan salah satu
hak yang paling asasi diantara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama
itu langsung bersumber pada martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan.
e.
Hak Dan Kewajuban Pembelaan Negara
Pasal 30 ayat 1 UUD 45 menyatakan bahwa hak dan kewajiban setiap warga
Negara untuk kut serta dalam usaha pembelaan Negara dan ayat 2 menyatakan bahwa
pengaturannya lebih lanjut dilakukan denga.n_UU. UU yang dimaksud adalah UU
Nomor 20 Tahun 1982 tentang pokok-pokok Pertahanan Keamanan Negara yang antara
lain mengatur sistem pertahanan kemanan nebara semesta.
f.
Hak Mendapat Pengajaran
Sesuai dengan tujuan Negara RI yang tercermin dalam alinea ke 4 Pembukaan
UUD 45, yaitu bahwa pemerintah Negara Indonesia antara lain berkewajiban
mencerdaskan kehidupan bangsa, Pasal 31 ayat 1 UUD 45 menetapkan bahv/a
tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Untuk itu UUD 45
mewajibkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran
nasional yang diatur dengan UU (Pasal 31 ayat 2).
Kewajiban Warga Negara
adalah:
1)
wajib menjunjung hukum
dan pemerintah;
2)
wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara;
3)
wajib ikut serta dalam
pembelaan negara;
4)
wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain;
5)
wajib tunduk pada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang untuk menjamin pengakuan, serta
penghormatan atas hak dan kcbebasan orang lain;
6)
wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara; serta
7)
wajib mengikuti
pendidikan dasar.
Namun, perlu diketahui bahwa perumusan undang-undang tentang hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan dan dimiliki oleh setiap warga negara,
diperlukan pemenuhan tugas dan tanggung jawab pemerintah. Karena tanpanya, hak
dan kewajiban warga negara akan terhambat dalam pelaksanaannya. Karena
pemenuhan tugas dan tanggung jawab pemerintahan merupakan inti atau asal dari
kedinamisan hak dan kewajiban warga negara. Dan juga dalam rangka
terpeliharanya hak dan kewajiban warga negara, negara memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut.
1)
Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya.
2)
Negara atau pemerintah
wajib membiayai pendidikan, khususnya pendidikan dasar.
3)
Pemerintah berkewajiban
mengusahakan dan menyclenggarakan satu
4)
Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran belanja negara dan
belanja daerah.
5)
Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
6)
Negara memajnkan
kebudayaan manusia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat, dengan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
7)
Negara menghormati dan
memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional.
8)
Negara menguasai
cabang-cabang produksi lerpenting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak.
9)
Negara menguasai bumi,
air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat.
10)
Negara berkewajiban
memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.
11)
Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat, serta memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
12)
Negara bertanggung
jawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak .(http://ku2ht3rry.wordpress.com/2010/02/23/hak-dan-kewajiban-warga-negara/)
Kenudian timbullah
pertanyaan, apakah hak yang semestinya kita dapat itu sudah kita dapatkan atau
sudah terealisasi di negara ini di seluruh sektor? Apakah kewajiaban yang
seharusnya dilaksakan oleh pemerintahan telah terlaksana dengan baik?
Kita bisa
menganalogikan hukum di negara ini ibarat sebuah pisau yang mana..ujungnya
lancip dan atasnya tumpul, hukum itu sangat tegas bagi masyarakat kalangan
bawah , tp bagi masyarakat golongan atas, hukum itu seakan bisa dibeli dengan
uang yang ia punya. Dengan ini bisa dikatakan bahwa hukum di negara ini itu
belum adil.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hak
sebagai sesuatu yang pantas diterima sesuai dengan kewajiban yang telah
dilakukan terhadap tugas, fungsi dalam suatu badan otonomi tertentu. Suatu hak
akan diterima setelah dilakukannya kewajiban. Sedangkan Hak dan kewajiban
tersebut telah diatur dalam undang-undang.
Sebagai
warga negara yang baik, kita memang telah selayaknya mematuhi hukmu yang
berlaku di negara kita. sebagai salah satu warga negara indonesia yang baik kita seharusnya juga
sadar akan hukum yang berlaku, karena itulah kewajiban kita sebagai warga
negara indonesia..contoh kalau mengendarai kendaraan kita harus patuhi
peraturan-peraturan yang ada, seperti pengendara harus memakai helm setandar,
punya SIM n STNK, lalu saat di jalan kita harus mematuhi rambu” lalu lintas.
itu adalah salah satu contoh kewajiban kita menjunjung hukum sebagai warga
negera yang baik..
DAFTAR PUSTAKA
Gautama, S, Prof Dr S.H, Pengantar Hukum Perdata Internasional
Indonesia, 1982. Bandung. Angkasa Offset.
Rasyidi, Lili, Prof Dr S.H, Hukum Sebagai Suatu Sistem, 1993.
Bandung. Remaja Rosdakarya.
.
http://syadiashare.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara.html
diakses pada 7 Okt 2011, 12:21
http://gendoetblog.blogspot.com/2009/04/hak-dan-kewajiban-warga-negara_02.html
diakses pada 7 Okt 2011, 12:30
http://ku2ht3rry.wordpress.com/2010/02/23/hak-dan-kewajiban-warga-negara/
diakses pada 7 Okt 2011, 12:45
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/hak-dan-kewajiban.html
diakses pada 7 Okt 2011, 12:59
BAB II
ANALISIS PERMASALAHAN
A.
Norma Kaidah
Ragaan Relasi Manusia
dan Hukum
|
|



|
![]() |
||
![]() |
||
![]() |


Menurut kodratnya, manusia dimana saja dan kapan saja
sejak di lahirkan sampai meninggal dunia selalu hidup bersama-sama. Manusia
sebagai perorangan atau individu cenderung untuk berkumpul dengan
individu-individu lain. Dengan itu, manusia sebagai individu berkumpul dengan
individu lain untuk membentuk kelompok manusia yangh hidup bersama. Karena
kecenderungannya untuk berkelompok ini manusia di namakan makhluk sosial. Fakta
ini sudah di ketahui sejak dahulu kala dan philosof Yunani Aristoteles menamakan manusia sebagai zoon
politicon (mahluk social).[1]
Menurut Sobhi
Mahmasani manusia bermasyarakat
karena tabiatnya , sesuai dengan sifat
aslinya sebagai mahluk madani,
manusia tidak mungkin hidup menyendiri. Ia memerlukan hubungan madani[2].
Keinginan manusia untuk hidup
berkelompok didasarkan pada beberapa alasan, diantaranya:[3]
1.
Hasrat untuk
memenuhi makan dan minum atau untuk memenuhi kebutuhan ekonomi;
2.
Hasrat untuk
membela diri;
3.
Hasrat untuk
mengadakan keturunan.
Sebagai
pribadi, pada dasarnya manusia dapat berbuat apa saja secara bebas. Dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi, kebutuhan untuk membela diri maupun kebutuhan untuk
melanjutkan keturunan, manusia dapat melakukan apa saja. Namun, dalam
prakteknya tidak jarang karena hasrat untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya,
manusia justru saling berhadapan dengan manusia lain sehingga keseimbangan
dalam masyarakat akan terganggu dan timbul pertentangan-pertentangan di antara
mereka. Dengan
pembawaan sikap pribadinya tersebut, tanpa mengingat kepentingan orang lain,
kepentingan itu kadang-kadang sama tetapi
juga tidak jarang terjadinya kepentingan yang saling bertentangan untuk
memenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Dalam
kehidupan bermasyarakat, manusia
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu di perlukan hubungan atau kontrak antara
masyarakat yang satu dengan yang lain guna mencapai tujuan dan melindungi
kepentingannya.karena itulah manusia membutuhkan suatu aturan yang dapat
mengatur hubungan di antara manusia. Pada awalnya aturan-aturan tersebut
sifatnya sangat sederhana. Namun seiring dengan semakin banyaknya manusia dan
semakin kompleknya peraturan yang ada, aturan-aturannya pun semakin sulit dan
rumit untuk dirumuskan serta membutuhkan pihak lain baik di dalam pembuatan
,pelaksanaan maupun penegakannya agar tercipta ketertiban dan keteraturan.
Masyarakat
dan ketertiban merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan bisa juga di
katakana sebagai dua sisi dari satu mata uang. Susah untuk
mengatakan,adanya masyarakat tanpa suatu
ketertiban. Ketertiban dalam masyarakat di ciptakan bersma-sama oleh berbagai
lembaga secara bersama-sama, seperti hukum dan tradidisi. Oleh karena itu,
dalam masyarakat akan di jumpai berbagai macam pedoman, patokan atau ukuran
yang masing-masing memberikan kontribusinya dalam menciptakan ketertiban
tersebut.[4]
Pedoman,
patokan atau ukuran untuk berprilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama disebut
norma atau kaedah social. Norma atau kaedah social tersebut di antaranya: norma
agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.[5]
B.
Macam-macam Norma
1.
Norma
Keagamaan
Norma agama adalah
peraturan atau kaidah yang sumbernya dari
firman atau perintah Tuhan melalui Nabi atau utusannya. Bagi orang yang
beraagama, perintah atau firman Tuhan itu menjadi petunjuk atau pedoman di
dalam sikap dan perbuatanya (way of life).
Kaidah agama tidak hanya mengatur hubungan
antara manusia dengan Tuhannya tetapi juga mengatur hubungan di antara sesama manusia.[6]
Para
pemeluk agama mengakui dan berkeyakinan, bahwa peraturan-peraturan hidup itu
berasal dari tuhan dan merupakan tuntutan hidup ke arah jalan yang benar.
Dalam
abad pertengahan orang berpendapat, bahwa norma agama adalah satu-satunya norma
yang mengatur peribadatan yaitu kehidupan keagamaan dalam arti sesungguhnya dan
mengatur hubungan manusia dengan tuhan, tetapi memuat peraturan–peraturan hidup
yang bersifat kemasyarakatan dan disebut “ muamalat” yaitu peraturan-peratuaran
yang mengatur hubungan antara manusia dan memberi perlindungan terhadap diri
dan harta bendanya.
Contoh:
a.
“ hormatilah
orang tuamu, agar supaya engkau selamat”( Kitab Injil Perjanjian Lama:Hukum
yang ke-5).
b.
“ Jangan
berbuat riba: barangsiapa berbuat riba akan masuk neraka untuk selama-lamanya”.(Q.S.Al-Baqarah:275).
Norma agama itu
bersifat umum dan sedunia (universal) serta berlaku bagi seluruh golongan
manusia di dunia.[7]
Bagi mereka yang melanggar norma agama akan mendapatkan sanksi yang berupa
kemurkaan Tuhan atau siksaan neraka.
2.
Norma
Kesusilaan
Norma
kesusilaan adalah kaidah yang bersumber pada suara hati atau insan kamil
manusia, kaidah itu berupa bisikan-bisikan suara batin yang diakui dan
diinsyafi oleh setiap orang dan menjadi dorongan atau pedoman dalam perbuatn
dan sikapnya.
Kesusilaan
memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar supaya ia menjadi manusia
yang sempurna. Hasil dari pada perintah dan larangan yang timbul dari norma
kesusilaan itu pada manusia bergantung pada pribadi orang-orang. Isi hatinya
akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akn menentukan apakah
ia akan melakukan suatu perbuatan.
Misalnya:
a.
Hendaklah
engkau berlaku jujur.
b.
Hendaklah
engkau berbuat baik terhadap sesama manusia
Dalam norma kesusilaan terdapat juga peraturan-peraturan hidup
seperti yang terdapat dalam norma agama misalnya:
a.
Hormatilah orang tuamu agar engkau selamat di akhirat.
b.
Jangan engkau
membunuh sesamamu.
Norma-norma
kesusilaan itu dapat juga menetapkan buruk baiknya suatu perbuatan manusia dan turut pula memlihara
ketertiban manusia dalam masyarakat. Norma kesusilaaan inipun bersifat umum dan universal, dapat
diterima oleh seluruh manusia.
3.
Norma
Kesopanan atau Tatakrama
Norma kesopanan ialah peraturan yang timbul dalam pergaulan
hidup segolongan manusia, kaidah-kaidah ini di ikuti dan ditaati sebagai
pedoman dalam tingkah laku sesama orang
yang ada di sekelilingnya.
Satu
golongan masyarakat tertentu dapat
menetapkan peraturan-peraturan tertentu mengenai kesopanan, yaitu apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat itu.
Misalya:
1.
Orang mudah
harus menghormati orang yang lebih tua.
2.
Janganlah meludah dilantai atau disembarang tempat
3.
Janganlah
berdesak-desak memasuki ruangan.
4.
Berilah tempat
lebih dahulu kepada wanita di dalam Kereta api, bis dan lain-lain (terutama
wanita yang tua, hamil atau membawa bayi)
Norma kesopanan tidak mempunyai lingkungan pengaruh yang luas, jika
di bandingkan dengan norma agama dan kesusilaan.
Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia,
melainkan bersifat khusus di setempat
(regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang
di angap sopan bagi segolongan masyarakat, mugnkin masyarakat lain tidak
demikian.
Tiga macam norma yang telah disebutkan di atas, yaitu norma
agama,kesusilaan dan kesopanan bertujuan
membina ketertiban kehidupan dalam masyarakat . manusia dan masyarakat mengenal
hal-hal yang tidak termasuk dalam lingkungan norma agama, kesusilaan dan kesopanan.
Umumnya antara ketika norma tidak ada satupun yang mewajibkan:
a.
Bahwa
orang-orang di jalan besar harus di sebelah kiri.
b.
Bahwa seorang
buruh yang dipecat karena sering mabuk, harus di berikan keterangan oleh
majikannya.
Banyak lagi hal-hal gyang tidak
diatur oleh ketiga norma tadi, yang sebenarnya perlu juga diatur guna
ketertiban dan keamanan dalam masyarakat seperti urusan Bank, perseroan
terbatas, lalu-lintas dijalan dan lain-lain. Norma agama, kesusilaan dan kesopanan saja tidak cukup untuk menjamin
terpeliharanya kepentingan-kepentingan dalam pergaulan masyarakat. Apabila seseorang melanggar norma
kesopanan akan mendapatkan sanksi dari
masyarakat yang berupa cemohan, celaan, tertawaan, diasingkan dari pergaulan
hidup dan sejenisnya.
Dalam setiap norma pasti ada
sanksi/hukuman-hukuman akan tetapi sanksi/hukuman tersebut, itu tidak mendapat perhatian dari
orang-orang yang tidak
mengenal agama, kesusilaan dan kesopanan. Orang yang tidak beragama tentulah
tidak takut akan hukuman dari tuhan, orang yang tidak berkesusilaan tidak akan
merasa cemas atau kesal hati atas perbuatannya yang salah dan orang yang tidak
berkesopanan tidak pula memperdulikan celaan atau pengasingan dari masyarakat.
Dengan demikian orang-orang itu tidak terikat kepada jenis peraturan hidup itu,
sehinga mereka bebas untuk melakukan sesuka hati mereka. Sikap demikian yang
berbahaya dalam masyarakat.
Oleh karena itu di samping jenis
peraturan hidup itu perlu adanya jenis peraturan yang lain yang dapat menegakkan tata, yaitu
suatu jenis peraturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi sanksi yang
tegas yakni norma hukum.[8]
4.
Norma
Hukum
Norma hukum ialah peraturan
yang dibuat oleh Negara dan berlakunya di pertahankan dengan paksaan oleh
alat-alat Negara seperti, polisi,jaksa,hukum, dan sebagainya. Ciri khas dari norma ini adalah
memaksa. Sanksi terhadap orang yang melanggar norma hukum bersifat hetoronom
yang berasal dari luar, yakni pemerintah lewat aparatnya. Norma-norma atau kaidah social
tersebut merupakan perumusan suatu pandangan
mengenai prilaku atau sikap yang sayogyanya dilakukan atau sayogyanya tidak
dilakukan, yang
dianjurkan atau diperintahkan dan yang dilarang atau dibenci. Dengan adanya
kaedah social ini hendak di cegah gangguan-gangguan, bentrokan-bentrokan dan hal-hal
negative lainnya serta diharapkan akan melindungi kepentingan-kepentingan
manusia. Kaedah social ini ada yang berbentuk tertulis dan adapula yang
merupakan kebiasaan yang diteruskan dari
generasi ke generasi.[9]
Norma
hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum di tujukan pada sifat lahir
manusia atau perbuatan lahir manusia. sehingga apa yang ada di lahir atau batin
manusia tidak akan menjadi masalah asal lahirnya tidak melanggar norma hukum.
Sebagai contoh: apakah seseorang menghentikan kendaraan pada saat lampu lalu
lintas menyala merah karena kesadaran atau terpaksa, bagi hukum tidaklah penting. Yang penting bagi hukum ia Mampu menghentikan
kendaraannya. Bila tidak, ia akan di tilang. Norma hukum di tujukan terutama kepada pelakunya yang kongkrit,
yaitu si pelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat. Meskipun norma hukum pada
hakikatnya hanya memperhatikan keadaan lahir,namun dalam kasus tertentu setelah
perbuatan lahir terbukti,perbuatan batin juga turut menentukan tingkat/kadar
kesalahan pelaku pelanggaran hukum.
Sebagai
contoh dalam kasus pembunuhan, setelah
kasus pembunuhan terbukti langkah seterusnya adalah menilai sikap batin si
pelaku, apakah pembunuhan tersebut dilakukan dengan sengaja,direncanakan atau
karna kealfaan.
Norma
hukum sebagian besar merupakan peraturan kesusilaan yang oleh penguasa di beri
sanksi hukum. Perbuatan-perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP hampir seluruhnya
berasal dari norma kesusilaan, kesopanan, maupun agama. Norma hukum menuntut
legalitas yang berarti yang di tuntut adalah pelaksanaan atau pentaatan kaedah
semata-mata. Hubungan antara norma hukum dengan norma keagamaan, kesusilaan
maupun kesopanan terkadang saling menguatkan namun terkadang pula timbul
perbedaan. Kumpul kebo atau hidup bersama tanpa nikah jelas melanggar norma
kesopanan maupun keagamaan, namun tidak melanggar norma hukum pembunuhan apapun
motifnya jelas melanggar norma tanpa terkecuali.
Norma
hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang sayogyanya atau
seharusnya dilakukan. Pada hakikatnya norma hukum merupakan perumusan
pendapat atau pandangan bagaimana seharusnya atau sayogyanya seorang bertingkah
laku. Sebagai pedoman kaidah hukum
bersifat umum namun pasif.
Norma
hukum berisi kenyataan normative atau apa yang sayogyanya dilakukan (das sollen) dan bukan berisi kenyataan
alamiah atu peristiwa kongkrit (das sein).
Kata: “ barangsiapa membunuh harus dihukum”, “barangsiapa membeli sesuatu harus
membayar” merupakan das sollen, suatu kenyataan normatif dan
bukan menyatakan sesuatu yang terjadi secara nyata. Apabila nyata-nyata
seseorang telah membunuh atau membeli sesuatu tidak membayar, barulah terjadi
peristiwa kongkrit (das sollen).
Jadi, norma hukum dapat berfungsi apabila
ada peristiwa kongkrit (das sein).
Dan sebaliknya, peristiwa kongkrit (das
sein ) untuk menjadi peristiwa hukum memerlukan norma hukum ( das sollen ).[10]
C.
HUBUNGAN ANTARA
EMPAT NORMA
Keempat norma kini tidak dapat lagi satu
sama lain dipisahkan. Hanya dapat dibeda-bedakan karena memiliki sumber yang berlainan.
Norma susila – sumber moral.
Norma agama – suber kepercayaan terhadap tuhan Yang
Maha Esa.
Norma kesopanan – sumber keyakinan masyarakat yang
bersangkutan.
Norma hukum – sunber peraturan perundangan.
Realitasnya norma-norma tersebut satu sama lain
memperkokoh kekuatan pengaruhnya dalam masyarakat. Contoh :
Norma agama – ‘’kamu tidak akan membunuh’’
norma hukum – pasal 338 KUH Pidana ‘’ Barang siapa
dengan sengaja membunuh sesamanya akan dihukum penjara karena pembunuhan
maksimum 15 tahun’’.[11]
D. Tujuan dan Maksud Norma
Maksud sama,
yakni melindungi kepentingan (perseorangan atau umum) sehingga ada tata –tertib
dalam masyarakat
1.
Norma Sosial
memiliki tujuan untuk mengatur ketertiban kehidupan manusia sehari –hari.[12]
2.
Norma Agama
memiliki tujuan untuk mengatur kehidupan manusia dalam beragama.
Norma
susila,agama,kesopanan
ditujukan kepada individunya sebagai pelaku –supaya jangan dicela –jangan
mendapat hukuman Allah
–jangan kecewa.
Norma
hukum ditujukan kepada jaminan kepentingan orang lain bukan pelaku–supaya jangan sampai ada
pembunuhan, pencurian dan lain
sebagainya.
Norma
hukum mempengaruhi perbuatan manusia, norma lain –lainnya
mempengaruhi batin manusia (perbedaan tidak mutlak). Hukum adalah heteronoom
(paksaan dari luar dari masyarakat -mengikat). Lain –lainnya adalah otonoom
(tidak ada paksaan dari luar –sumbernya batin manusia sendiri –batin =otonom).
Perbandingan
norma hukum dengan norma kesopanan.
Kesopanan
=segala sesuatu yang oleh masyarakat sudah dipandang sebagai kelaziman,
selayaknya, sewajarnya, sepantasnya, keharusannya.
Misalnya: Jangan
meludah dihadapan orang lain.
Termasuk
kesopanan (zeden) antara lain kata
pengantar (om–gangsvormen),moral yang positif, mode.
Persamaan norma hukum dan norma
kesopanan:
1.
Memandang manusia sebagai makhluk
sosial.
2.
Sudah puas dengan perbuatan
lahiriiahnya saja (uit wendinggedrag niet naar de gezindheid).
3.
Heteronom (dikehendaki untuk
masyarakat).
4.
Memberikan kesempatan pihak yang
bersangkutan untuk mengadakan reaksi ( geven aanspraken).
Parbadaannya, didalam otoritas (autoriteit) siapa yang menetapkan
sanksinya sebagai berikut:
Norma kesopanan
–oleh masyarakat,norma hukum –oleh penguasa atau pemerintah atau instansi
–instansi kemasyarakatan –kemasyarakatan lainnya yang berwenang.[13]
E.
Kesimpulan
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan
didalam suatu negara agar dapat menjalankan kehidupan yang teratur dan nyaman
itu harus ada suatu atauran, aturan disini adalah berupa norma-norma atau
kaidah yang mana norma-norma ini, berupa norma keagamaan, norma kesopanan,
norma kesusilaan dan norma hukum dari semua norma-norma itu bertujan membina
suatu peraturan yang dapat menjamin ketetiban kehidupan di dalam suatu negara, baik
itu berupa, oleh karena itu dalam suatu negara harus ada suatu aturan yang
dapat menghasilkan suatu negara yang damai dan teraratur.
DAFTAR
PUSTAKA
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta,pengantar ilmu hukum
(Bandung:
Alumni,2000).
Sobi Mhmassani, Falsafah at-Tasyri’ fi al-islam,Alih bahasa:
Ahmad Sudjono,
(Bandung:
al-Ma’arif,1976).
R. Soeroso, pengantar ilmu hukum, (Jakarta Sinar
Grafika,1993).
Satjipto Raharjo, Ilmu, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996)
Budi Ruhiatudin,S.H.,M.Hum, Pengantar Ilmu Hukum,
(Yogyakarta,2009).
Surojo Wingjodipuro,S.H. Peengantar Ilmu Hukum, Gunung
Agung,( Jakarta 1982).
Sudikno Mertokusumo, mengenal hukum (suatu pengantar), (Yogyakarta:
Liberty,1991).
Drs.C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Balai pustaka
Siswo Wiratmo, Pengantar, (Yogyakarta: Perpustakaan
FH.UII,1990)
Rahardjo, Satjipto.
Ilmu Hukum Cet.6. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti.2006)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Didalam masyarakat manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan
bersama itu menyebabkan adanya intraksi, kontak atau hubungan satu sama lain. Kontak dapat berarti hubungan
yang menyenangkan atau hubungan yang menimbulkan konflik atau pertentangan.
Mengingat akan banyaknya kepentingan tidak mustahil terjadi konflik atau
bentrokan antara sesama manusia, karena kepentingannya bertentangan. Konflik
atau pertentangan itu terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar
kepentingannya seorang merugikan orang lain. Di dalam kehidupan masyarakat hal
itu tidak dapat dihindarkan.
Manusia berkepentingan bahwa ia merasa aman. Aman berarti bahwa
kepentingan-kepentinganya tidak diganggu, bahwa ia dapat memenuhi kepentingannya
dengan tenang. Oleh karena itu ia mengharapkan kepentingan-kepentingannya
dilindungi terhadap konflik, gangguan-ganggguan dan bahaya yang mengancam serta
menyerang kepentingan dirinya dan kehidupan bersama. Manusia akan selalu
berusaha agar tatanan masyarakat selalu dalam keadaan seimbang, karena tatanan
masyarakat yang seimbang menciptakan suasanan tertib, damai, aman, dan nyaman
yang merupakan jaminan kelangsuungan hidupnya. Oleh kerena itu keseimbangan
tatanan masyarakat yang terganggu haruslah dipulihkan ke keadaan semula
(restitutio in integrum=kembali ke keadaan semula).
Di mana ada kontak antar manusia diperlukan perlindungan
kepentingan. Terutama apabila terjadi konflik barulah dirasakan akan kebutuhan
itu.
Jadi manusia didalam masyarakat memerlukan perlindungan
kepentinagan . perlindungan kepentingan itu tercapai dengan terciptanya pedoman
atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku
dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Pedoman, patokan
atau ukuran berprilaku atau bersifat dalam kehidupan bersama ini disebut norma
atau kaidah sosial atau lebi hsering kita artikan adalah hukum.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimanakah proses adanya hukum?
1.2.2
Apakah yang temasuk subyek dan obyek
hukum itu?
1.2.3
Bagaimanakah hak dan kewajiban didalam
hukum?
1.2.4
Bagaimanakah norma-norma didalam
masyarakat?
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
ilmu hukum
1.3.2
Untuk menjelaskan proses adanya hukum
1.3.3
Untuk menjelaskan subyek dan obyak
didalam hukum
1.3.4
Untuk menjelaskan hak dan kewajiban
didalam hukum
1.3.5
Untuk menjelaskan norma-norma didalam
masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Lahirnya Hukum
Pertanyaan yang tidak mudah dijawab sampai hari ini
adalah kapan sesungguhnya hukum itu lahir? Berapa usianya? Yang jelas hukum itu
mulai ada dan dikenal sudah sejak lama sekali, bahkan ada yang berpendapat usia
hukum itu sama dengan usia manusia sendiri. Ada sebuah ungkapan “ubi societas
ibi ius”, yaitu di mana ada masyarakat maka di sana ada hukum. Bahkan ada yang
berpendapat bahwa hukum itu lebih tua usianya dibanding manusia, karena jauh sebelum ada manusia
Tuhan telah menetapkan sunnatulloh (hukum alam) yang mengatur alam semesta,
semisal bagaimana bumi dan planet-planet lain berputar di orbitnya mengitari
matahari. Kemudian ketika Tuhan menciptakan nenek moyang manusia (Adam dan
Hawa) yang diyakini sebagai manusia pertama, yang menghuni dan mengelola isi bumi, Tuhan juga
sudah melengkapinya aturan hukum tertentu, seperti hukum perkawinan. Sebagai
contoh ketika mereka akan menikahkan anak-anaknya yaitu Habil dan Qobil harus
diselang seling dengan saudara perempuannya.
Sebagai mahluk sosial (zoon politicon), manusia[14]
dalam berinteraksi satu sama lain seringkali tidak dapat menghindari adanya
bentrokan-bentrokan kepentingan (conflict of interest) di antara mereka.
Konflik yang terjadi dapat menimbulkan kerugian, karena biasanya disertai
pelanggaran hak dan kewajiban dari pihak satu terhadap pihak lain.
Konflik-konflik semacam itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja, tetapi
memerlukan sarana hukum untuk menyelesaikannya. Dalam keadaan seperti itulah,
hukum diperlukan kehadirannya untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi.
Tanpa hukum, kehidupan manusia akan liar, siapa yang kuat dialah yang menang. Disamping
mengatur pergaulan hidup manusia secara damai[15]
dan menjamin adanya kebahagiaan
sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya[16]
tujuan hukum juga untuk melindungi kepentingan manusia dalam mempertahankan hak
dan kewajibannya[17].
Hakekatnya hukum sendiri dapat dibedakan antara hukum
tertulis dan hukum tidak tertulis atau hukum undang-undang dan hukum kebiasaan.
Secara kronologis, harus lebih dahulu disebut hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan, kemudian baru hukum tertulis
dan hukum perundang-undangan. Lahirnya hukum tertulis itu pasti baru pada
saat orang-orang sudah mulai pandai menulis dan membaca, sedang hukum
undang-undang tatkala dalam masyarakat itu telah terbentuk negara dan disusun
badan perundang-undangannya walaupun masih bersifat sederhana sekali. Dengan
demikian, suatu hal yang logis apabila hukum kebiasaan atau hukum tidak
tertulis usianya lebih tua dibandingkan dengan hukum tertulis atau hukum perundang-undangan.
Hukum kebiasaan atau hukum tidak tertulis sudah lama dikenal, terhitung sejak
orang-orang belum mengenal tulis baca sama sekali, asal orang-orang itu sudah
hidup bermasyarakat. Hukum kebiasaan ini sumbernya ialah kebiasaan sehari-hari,
yang didasarkan pada pandangan dan kesadaran orang-orang dalam masyarakat yang
bersangkutan, bahwa kebiasaan itu adalah memang seharusnya ditaati. Secara
tradisionil, penguasa-penguasa dahulu hanya mendasarkan cara-cara
pemerintahannya kepada pertimbangan penilaian-penilaiannya sendiri saja.
Sebelum tahun 1800 SM, sebagian besar hukum yang digunakan pada saat itu adalah
hukum kebiasaan.
Sejalan dengan kemajuan
kemasyarakatan dan kenegaraan yang makin lama makin luas, makin sibuk, makin
ramai dan lain-lain, orang mulai merasa tidak cukup puas dengan hukum-hukum
yang tidak tertulis saja, baik dalam hubungan-hubungan hidupnya sehari-hari
atau dalam hubungan pemerintahannya. Perlu dicatat bahwa kebiasaan itu menjadi
samar-samar di sana-sini memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang terlampau
besar menurut keadaan tempat dan waktu. Sehingga di dalamnya tidak ada
kepastian hukum atau keseragaman hukum.
Oleh karena itu, dalam
perkembangannya manusia mulai membutuhkan hukum dalam bentuk tertulis dan
kemudian dibuatlah hukum tertulis. Hukum tertulis untuk pertama kalinya yang
dikenal dalam sejarah adalah Undang-Undang
Hamurabi, pada zaman kerajaan Babilonia, pada sekitar tahun 1950 SM. Jadi
undang-undang pertama kali bukan lahir di Eropa. Tetapi ada juga pendapat yang
mengatakan bahwa mula-mula ahli-ahli hukum Romawilah yang menghendaki bahwa
peraturan-peraturan hukum itu hendaknya dituliskan. Bukan itu saja, malahan
lebih jauh himpunan peraturan-peraturan hukum itu ditetapkan dengan pasti dalam
Kitab-kitab Undang-Undang (kodifikasi) dan hanya himpunan undang-undanglah yang
hendaknya dianggap satu-satunya sumber hukum.
2.2
Subyek dan Obyek
Hukum
2.2.1
Subjek Hukum
Subjek hukum ialah segala sesuatu yang
mempunyai kewenangan hukum
(persoonlijkheid)[18]
atau hak dan kewajiban (rechtsdrager) menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari,
yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu
bertitik tolak dari sistem hukum Belanda.
Dalam dunia hukum,
subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan
hukum.
2.2.1.1
Manusia (naturlife persoon)
Menurut hukum,
tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara
alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Bahkan
bayi yang masih berada dalam kandungan[19] pun bisa dianggap sebagai
subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya.
Disamping itu
berdasarkan undang-undang, orang dikatakan telah meninggal dunia apabila ia hilang atau tidak
diketahui keberadaannya dan tidak ada kepastian apakah ia masih hidup dalam
tenggang waktu setelah lewat lima tahun sejak ia meninggalkan kediamannya[20]. Berdasarkan ketentuan
undang-undang tersebut maka hak dan kewajiban orang yang tela dinyatakan
menurut hukum meninggal dunia itu telah berakhir dan segala hak dan
kewajibannya beralih kepada ahli warisnya.
Meskipun menurut
hukum setiap orang mempunyai atau sebagai pendukung hak dan kewajiaban, namun
ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang
"tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum
mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. Misalnya terkait tentang
kawin orang dibawah umur[21], Orang yang tidak sehat
pikirannya (gila), pemabuk, pemboros, yakni mereka yang ditaruh dibawah
pengampuan, dan perempuan dalam pernikahan.
2.2.1.2
Badan Hukum[22] (recht persoon)
Badan hukum adalah
suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status
"persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan
hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti
melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan
sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah
badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman
penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan. Badan hukum dibagi
dua yaitu,
2.2.1.2.1
badan hukum dalam lingkungan publik
seperti negara, provinsi, kabupaten desa, subak dan lain-lain.
2.2.1.2.2
Badan hukum dala lingkungan hukum privat
seperti koperasi, wakaf dan lain-lain.
2.2.2
Obyek Hukum
Obyek hukum ialah
segala sesuatu yang dapat menjadi hak dari subyek hukum. Atau segala sesuatu
yang dapat menjadi obyek suatu perhubungan hukum. Obyek hukum dapat pula
disebut sebagai benda. Merujuk pada KUHPerdata, benda[23] adalah tiap-tiap barang
atau tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Benda itu sendiri dibagi menjadi :
2.2.2.1
Berwujud / Konkrit[24]
2.2.2.1.1
Benda bergerak[25]
bergerak sendiri,
contoh : hewan
digerakkan, contoh :
kendaraan
2.2.2.2
Tidak Berwujud/ Abstrak contoh gas, pulsa
dsb.
2.3 Hak dan Kewjiban didalam
Hukum
Hukum itu bukanlah
merupakan tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan yang bersifat
non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-faktor
luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis[27].
Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan
individu-sosial. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban.
Hukum sebagai
kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif[28].
Hukum itu mengatur hubungan hukum antara tiap
orang, tiap masyarakat, tiap lembaga, bahkan tiap negara. Hubungan hukum
tersebut terlaksana pada hak dan
kewajiban yang diberikan oleh hukum.
Setiap hubungan
hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua sisi. Sisi yang satu
ialah hak dan sisi lainnya adalah kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban.
Sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Karena pada hakikatnya sesuatu pasti
ada pasangannya. Misalnya, Sultan menjual mobil kepada adib.
Maka Sultan: 1. berkewajiban menyerahkan mobil kepada Adib
2. berhak meminta
pembayaran harga mobil kepada Adib
Maka Adib: 1. berkewajiban membayar harga mobil kepada Sultan
2.
berhak meminta mobil Sultan setelah dibayar
Hak adalah suatu kewenangan atau
kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Suatu kepentingan yang dilindungi oleh
hukum. Baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang
patut atau layak diterima. Contoh hak : hak untuk hidup, hak untuk mempunyai
keyakinan dan lain-lain.
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau
tanggungan yang bersifat kontraktual. Hak dan kewajiban itu timbul apabial
terjadi hubungan hukum antara dua piahak yang didasarkan pada suatu kontrak
atau perjanjian. Jadi selama hubungan
hubungan hukum yang lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah
satu pihak ada beban kontraktual, ada keharusan dan kewajiban ntuk memenuhinya.
Sebaliknya apa yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah beban yang sifatnya
moral. Pada dasarnya sejak lahirnya kewajiban sudah lahir pula tanggung jawab.
Akan tetapi kalau kemudian kewajiban tidak dilaksanakan dan hubungan hukumnya hapus karena daluarsa
(bukan karena berakhirnya hubungan hukum karena telah dipenuhinya kewajiban),
maka tanggung jawab itu tampaknya lebih menonjol. jadi kewajiban merupakan
beban kontraktual, sedangkan tanggung jawab merupakan beban moral.
Perwujudan
hukum menjadi hak dan kewajiban
itu terjadi dengan adanya perantaraan peristiwa
hukum. Segala peristiwa atau kejadian dalam keadaan tertentu adalah
peristiwa hukum. Untuk terciptanya suatu hak dan kewajiban diperlukan
terjadinya peristiwa yang oleh hukum dihubungkan sebagai akibat. Karena pada
umumnya hukum itu bersifat pasif. Contoh : Terdapat ketentuan "barangsiapa
mencuri, maka harus dihukum". Maka bila tidak terjadi peristiwa pencurian
maka tidaklah ada akibat hukum.
Hak-hak keperibadian[30]
adalah hak manusia atas dirinya sendiri. diantarnya ialah hak-hak atas jiwanya, raga, kehormatan[31],
nama kecil dan nama keluarganya.
Hak keluarga ialah
hak-hak yang timbul dari hubungan keluarga, terutama kekuasaan material yakni
kekuasaan suami atas isterinya[32],
kekuasaan orangtua, perwalian dan pengampuan.
Hah-hak mengenai
kekayaan ialah hak-hak yang menpunyai nilai kekayaan. Hak-hak kebendaan ialah
hak-hak harta benda yang memberikan kekuasaan langsung[33]
atas suatu benda.
2.4 Norma-norma
2.4.1 Hakikat Norma, Kebiasaan, Adat-Istiadat Dan Peraturan Dalam
Masyarakat
Manusia, Masyarakat, dan Ketertiban
Manusia dilahirkan dan hidup tidak
terpisahkan satu sama lain, melainkan berkelompok. Hidup berkelompok
ini merupakan kodrat manusia dalam memenuhi
kebutuhannya. Selain itu juga untuk mempertahankan hidupnya,
baik terhadap bahaya dari dalam maupun yang datang dari luar.
Setiap manusia akan terdorong melakukan berbagai
usaha untuk menghindari atau melawan dan mengatasi
bahaya-bahaya itu.
Dalam hidup
berkelompok itu terjadilah
interaksi antar manusia. Kita juga
senantiasa mengadakaninteraksi dengan teman-teman kita,
bukan? Interaksi yang kita lakukan pasti ada kepentingannya, sehingga
bertemulah dua atau lebih kepentingan.
Pertemuan kepentingan tersebut disebut “kontak“. Menurut
Surojo Wignjodipuro, ada dua macam kontak, yaitu :
1)
Kontak yang menyenangkan, yaitu
jika kepentingan-kepentingan yang bertemu saling memenuhi. Misalnya, penjual
bertemu dengan pembeli.
2)
Kontak yang tidak menyenangkan,
yaitu jika kepentingan-kepentingan yang bertemu bersaingan atau
berlawanan. Misalnya, pelamar yang bertemu dengan
pelamar yang lain, pemilik barang bertemu dengan pencuri.
Mengingat banyaknya kepentingan, terlebih kepentingan antar pribadi,
tidak mustahil terjadi konflik antar sesama manusia, karena kepentingannya
saling bertentangan. Agar kepentingan pribadi tidak terganggu dan setiap orang
merasa merasa aman, maka setiap bentuk gangguan terhadap kepentingan harus dicegah.
Manusia selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan tertib, aman, dan
damai, yang menjamin kelangsungan hidupnya. Sebagai manusia
yang menuntut jaminan kelangsungan hidupnya, harus
ingat pula bahwa manusia adalah mahluk sosial[34].
Menurut Aristoteles, manusia itu adalah Zoon Politikon, yang dijelaskan
lebih lanjut oleh Hans Kelsen “man is a social and politcal
being” artinya manusia itu adalah mahluk sosial yang
dikodratkan hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat,
dan mahluk yang terbawa oleh kodrat sebagai mahluk sosial itu
selalu berorganisasi. Kehidupan dalam
kebersamaan (ko-eksistensi) berarti
adanya hubungan antara manusia
yang satu dengan manusia yang lainnya. Hubungan yang dimaksud
dengan hubungan sosial (social relation) atau relasi sosial. Yang
dimaksud hubungan sosial adalah hubungan antar subjek
yang saling menyadari kehadirannya masing-masing. Dalam hubungan sosial
itu selalu terjadi interaksi social yang mewujudkan
jaringan relasi-relasi sosial (a web of social relationship) yang disebut
sebagai masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat menuntut cara berperilaku
antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai suatu ketertiban.
Ketertiban didukung oleh tatanan yang
mempunyai sifat berlain-lainan karena norma-norma yang mendukung masing-masing
tatanan mempunyai sifat yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang
teratur setiap manusia sebagai anggota masyarakat harus memperhatikan norma
atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada dan hidup dalam masyarakat.
2.4.2 Pengertian Norma,
Kebiasaan, Adat-istiadat dan Peraturan
Setiap
individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu atau
kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa didasari oleh adat
dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya interaksi sosial di dalam
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lain
sebagainya.
Masyarakat yang menginginkan hidup aman, tentram dan
damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu menjadi pedoman bagi segala
tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing
dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan
kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa
Arab) atau
norma (berasal dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran.
Norma-norma
itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud: perintah dan
larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma
tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu
oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan
kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena
akibat-akibatnya dipandang tidak baik[35].
Ada bermacam-macam norma yang berlaku di masyarakat. Macam-macam norma yang
telah dikenal luas ada empat, yaitu:
Norma Agama ialah peraturan hidup
yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan
ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap
norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak
di akhirat. Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
a)
“Kamu dilarang membunuh”;
b)
“Kamu dilarang berzina”;
c)
“Kamu harus patuh kepada orang tua”;
d)
“Kamu harus beribadah”;
e)
“Kamu jangan menipu”;
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”
(QS. Al-Israa’ ayat 32)
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan barangsiapa dibunuh secara
zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan[854] kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
( QS. Al-Israa’ ayat
33)
Adapun pegangan untuk berbuat kirti,
ialah jangan durhaka terhadap sahabat. Durhaka ialah menginginkan kecelakaan
(kematiannya). Jangn durhaka terhadap orang yang dipercaya kepada dirimu.
Jangan juga durhaka terhadap yang memberi
penghidupan padamu. Pun jangan
durhaka terhadap orang yang bersewaka (meminta perlindungan) padamu, karena
KARTAGHNA (pengkhianatan) namanya dosa yang demikian, tak akan menemuka
kebahagiaan buat selama-lamanya
(Sloka 327
Sarasamucchaya)
Norma Kesusilaan ialah peraturan hidup
yang berasal dari suara hati sanubari manusia[36].
Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat
penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh
seluruh umat manusia. Contoh norma ini diantaranya ialah
a)
“Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”;
b)
“Kamu harus berlaku jujur”;
c)
“Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia”;
d)
“Kamu dilarang membunuh sesama manusia”;
Norma Kesopanan ialah norma
yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan
sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat
dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma
ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan,
atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut
sopan santun, tata krama atau adat istiadat.
Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat
dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat (regional) dan hanya berlaku bagi
segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi segolongan
masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya
ialah :
a)
“Berilah tempat terlebih
dahulu kepada wanita di dalam
kereta api, bus dan lain-lain, terutama wanita
yang tua, atau hamil;
b)
“Jangan makan
sambil berbicara”;
c)
“Janganlah meludah di lantai atau di sembarang
tempat”;
d)
“Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”;
Kebiasaan merupakan norma yang
keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun
tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan adalah tingkah laku dalam
masyarakat yang dilakukan berulang-ulang mengenai suatu hal yang sama, yang
dianggap sebagai aturan hidup . Kebiasaan dalam masyarakat sering disamakan
dengan adat istiadat.
Adat
istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakat
dengan maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang menganggap adat istiadat
sebagai peraturan sopan santun yang turun temurun. Pada umumnya adat istiadat
merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu yang suci (sakral) dan
berhubungan dengan tradisi rakyat yang telah turun-temurun, sedangkan kebiasaan
tidak merupakan tradisi rakyat.
Norma Hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh
lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa
berupa peraturan perundang-undangan, yurisprudensi[37],
kebiasaan, doktrin, dan agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa
ancaman hukuman[38].
Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat
heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan
negara. Contoh norma ini diantaranya ialah :
a)
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa
orang lain, dihukum karena membunuh[39]
dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun”;
b)
“Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah
diadakan, diwajibkan mengganti kerugian”, misalnya jual beli;
c)
“Dilarang mengganggu ketertiban umum”;
Hukum
biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis, atau disebut juga
perundang-undangan. Perundang-undangan baik yang sifatnya nasional maupun
peraturan daerah dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk
membuatnya.Oleh karena itu,norma hukum sangat mengikat bagi warga negara.
2.4.3
Hubungan Antar-Norma
Kehidupan manusia
dalam bermasyarakat, selain diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma
agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah
sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah
itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling
mengisi. Artinya kaidah sosial mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat
dalam hal-hal hukum tidak mengaturnya. Selain saling mengisi, juga saling
memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya “kamu tidak boleh membunuh” diperkuat
oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama, kesusilaan, dan adat juga berisi
suruhan yang sama.
Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam
masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama juga
berlaku untuk “pencurian”, “penipuan”, dan lain-lain pelanggaran hukum.
Hubungan antara norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum yang tidak dapat
dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing memiliki sumber yang berlainan.
Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Norma
kesusilaan sumbernya suara hati (insan kamil). Norma kesopanan sumbernya
keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan
perundang-undangan.
|
Kaedah Kepercayaan
|
Kaedah Kesusilaan
|
Kaedah Sopan santun
|
Kaedah Hukum
|
Tujuan
|
Umat manusia; penyempurnaan manusia; jangan sampai
manusia jahat
|
Pembuatnya yang konkrit; ketertiban masyarakat;
jangan sampai ada korban
|
||
Isi
|
ditujukan kepada sikap batin
|
Ditujukan kepada sikap lahir
|
||
Asal Usul
|
Dari Tuhan
|
Dari diriri sendiri
|
Kekuasaan luar yang memaksa
|
|
Sanksi
|
Dari tuhan
|
Dari diri sendiri
|
Dari masyarakat secara tak resmi
|
Dari masyarakat secara resmi
|
Daya Kerja
|
Membebani kewajiban
|
Membebani kewajiban
|
Membebani kewajiban
|
Membebeni kewajiban dan memberikan hak
|
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan baik
individu maupun masyarakat, dimana ada masyarakat disana ada hukum. Hukum
mengatur kepentingan hidup bermasyarakat baik secara lahiriah maupun secara
batiniah.
Subyek hukum adalah pelaku hukum yaitu persoon (orang) dan racth
persoon (badan hukum), sedangkan obyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat
menjadi hak subyek hukum atau bisa disebut dengan benda
Tatanan yang dicptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan
apabila kepada subyek hukum diberi hak dan kewajiban. Setiap hubungn hukum yang
diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak hak,
sedang di pihak lain adalah kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, dan
sebaliknya tidak kewajiban tanpa hak.
Didalam kehidupan bermasyarakat ada empat kaidah atau norma yang
mengatur hubungan sosial yaitu, norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan,
dan norma hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Mertokusumo,
Sudikno. 2008. Mengenal Hukum suatu
pengantar. Yogyakarta: Liberty
Drs.
C.S.T. Kansil. 1983. Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka
Mahfiana,
Layyin. 2005. Ilmu Hukum. Ponorogo:
Stain Press
Syarifin,
Pipin. 1999. PIH Pengantar Ilmu Hukum
Untuk Fakultas Syari’ah, Komponen MKDK. Bandung: CV Pustaka Setia
L.J.
Van Apeldoorn. 2001. Pengantar Ilmu Hukum.
Jakarta: PT Pradya Paramita
KUH Perdata
Burgerlijk wetboek Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pustaka Mahardika
Soesilo,
R. 1983.Kitab undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia
Wikipedia.
2006. Lahirnya Hukum.http://id.wikipedia.org/wiki/Lahirnya Hukum. Diakses pada
tanggal 15 Oktober 2011 pukul 17.22 WIB
Sutiyoso, Bambang. 2009. Hak dan Kewajiban. http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/hak-dan-kewajiban.html. Diakses pada
tanggal 14 Oktober 2011 pukul 01.12 WIB
Sutiyoso, Bambang. 2009. Kaidah Hukum dan Lainnya. http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/Kaidah
hukum dan lainnya.html. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2011 pukul
01.17 WIB
Sutiyoso, Bambang. 2009. Subyek-obyek Hukum http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/02/Subyek-obyek
Hukum.html.
Diakses pada tanggal 14 Oktober 2011 pukul 01.22 WIB.
[1] Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta,pengantar ilmu hukum
(Bandung: Alumni,2000), hal 12
[2] .Menurut Mahmassani,Madani berarti mahluk yang tidak bias hidup
menyendiri.ini sifatnya umum tanpa terkecuali, baik manusia yang sudah maju
maupun yang masih primitive. Hidup bersama dalam masanya dan tolong menolong
serta gantung menggantungkan satu dengan yang lainnya. Baca: Sobi Mhmassani,
Falsafah at-Tasyri’ fi al-islam,Alih bahasa: Ahmad sudjono,(Bandung:
al-Ma’arif,1976) hal.24-25
[3].R. Soeroso, pengantar ilmu hukum, (Jakarta Sinar Grafika,1993),
hlm. 215
[4] Satjipto Raharjo, Ilmu, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996)
[5] Siswo Wiratmo, Pengantar, (Yogyakarta: Perpustakaan FH.UII,1990)
hal. 8-9
[6] Budi Ruhiatudin,S.H.,M.Hum,
Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta,2009), hal.11
[7] Drs.C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Balai pustaka, Hal:85
[8] Drs.C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Balai pustaka, Hal:87
[9] Sudikno Mertokusumo, mengenal hukum (suatu pengantar), (Yogyakarta:
Liberty,1991) hal. 4.
[10] Budi Ruhiatudin,S.H.,M.Hum, Pengantar Ilmu Hukum,
(Yogyakarta,2009), hal.13-15
[11] Surojo Wingjodipuro,S.H. Peengantar Ilmu Hukum, Gunung Agung,
Jakarta 1982. Hal.15
[13] Surojo Wingjodipuro,S.H. Peengantar Ilmu Hukum, Gunung Agung,
Jakarta 1982. Hal.16
[14] Manusia bukan saja sebagai mahluk sosial melainkan
mempunyai dua kedudukan (monodualisme), disatu sisi memjadi mahluk individu dan
di sisi lain menjadi mahluk sosial. Layyin mahfiana, S.H., M.Hum.2005. Ilmu Hukum. Ponorogo: Stain Press. Hal.
41
[15] Tujuan hukum menurut Van Apeldoorn. Drs. C.S.T. Kansil
S.H. 1983. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka hal. 40
[16] Teori Utilitis (Jeremy Bentham). Drs. C.S.T. Kansil S.H.
1983. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka hal. 42
Kewenangan
hukum ialah sifat yang diberikan oleh hukum obyektif dan hanya dimiliki oleh
mereka. Prof. Dr. Mr. L.J. Van Apeldoorn. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT Pradya Paramita. Hal. 191
[21] Diantaranya diatur dalam pasal 7 undang-undang perkawinan
No. 1 th 1974, KUH Perdata bab IV pasal 29.
[27] Prof. Sudikno Mertokusumo, S.H. 2008. Mengenal Hukum suatu Pengantar.
Yogyakarta: Liberty. Hal. 40
[28] Prof. Sudikno Mertokusumo, S.H. 2008. Mengenal Hukum suatu Pengantar.
Yogyakarta: Liberty. Hal. 15-16. Sollen-sein
[30] lihat buku Prof. Dr. L.J. Van Apeldoorn. 2001. Pengantar ilmu Hukum. Jakarta: Pradya
Paramita. hal. 202
[33] lihat
buku Prof. Dr. L.J. Van Apeldoorn. 2001. Pengantar
ilmu Hukum. Jakarta: Pradya Paramita. hal. 202-205
[34] Lihat buku Pipin
Syarifin, S.H. 1999. PIH Pengantar Ilmu
Hukum Untuk Fakulas Syari’ah. Komponen MKDK. Bandung: CV Pustaka Setia. hal. 40 beberapa
menurut Elwood,P.J.Bouman dan aristoteles
[36] Drs. C.S.T.Kansil, S.H.
1983. Pengantar Ilu hukum dan Tata Hukum
Indoesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. hal. 84
[37] Putri Susanti. Kamus Istilah Hukum. 1. Ilmu dan
penerapan prinsip undang-undang dan peradilan; 2. Himpunan putusan majelis
hakim. hal. 38
[38] Namun ada kriteria yang
dapat dibenarkan. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. 2008. Mengenal Hukum Suatu Pengantar.
Yogyakarta: Liberty. hal. 24
makasih banget ni...
BalasHapussangat membatu!