Jumat, 29 Maret 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Sistem Hukum Kontinental dan Anglo Saxon”. Dalam meyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah pengantar ilmu hukum dan teman-teman yang bekerjasama untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih butuh banyak perbaikan dan bimbingan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca, amin.




                                                                                              Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................3
A.    Latar Belakang………………………………………………………….3
B.     Rumusan Masalah……………………………………………………....4
C.     Tujuan Penulisan…………………………………………………….....4
D.    Metodologi……………………………………………………………..4
E.     Sistematika Penulisan…………………………………………………..4
BAB II: PEMBAHASAN……………………………………………………….5
A.    Pengertian Sistem Hukum……………………………………………...5
B.     Macam-Macam Sistem Hukum………………………………………..6
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)……………………..6
2. Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)……………………..10
C.     Sejarah Terjadinya Sistem Hukum Eropa Kontinental & Anglo Saxon………………………………………………………………….15
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)…………………….15
2. Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)……………………..18
D.    Sistem Hukum Indonesia……………………………………………..19
BAB III: PENUTUP……………………………………………………………22
Kesimpulan……………………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….23






BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang
Berbicara mengenai sistem hukum, walaupun secara singkat, hendaknya harus diketahui terlebih dahulu arti dari sistem itu. Dalam suatu sistem terdapat komponen-komponen yang saling berhubungan, saling mengalami ketergantungan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintregasi. Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan atau benturan antara bagian-bagian. Selain itu, juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih di antara bagian-bagian itu.
Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya. Dapat dikatakan bahwa suatu sistem tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Dengan demikian, sifat sistem itu menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan komponen-komponennya bekerja sama dalam hubungan fungsional. Jadi, hukum adalah suatu sistem. Artinya suatu susunan atau tataan teratur dari aturan-aturan hidup. Keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain.
Mengklasifikasikan sistem hukum yang ada di dunia menjadi tiga macam keluarga hukum atau tradisi hukum utama telah menjadi praktik yang diakui secara umum. Ketiga keluarga hukum tersebut adalah : civil law (eropa kontinental), common law (anglo saxon), dan socialist law. Tradisi hukum didefinisikan sebagai sekumpulan sikap yang telah mengakar kuat dan terkondisikan secara historis terhdap hakikat hukum, aturan hukum dalam masyarakat dan ideologi politik, organisasi serta penyelenggaraan sistem hukum.



  1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang disebutkan tadi, dapat ditetapkan perumusan masalah sebagai berikut:
1)      Apa yang dinamakan sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon?
2)      Sejak kapan sistem-sistem hukum tersebut muncul?
3)      Bagaimana sejarahnya?

  1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan yang disusun dalam bentuk makalah ini adalah untuk memaparkan pemahaman tentang
1)      Sistem hukum kontinental
2)      Sistem hukum anglo saxon

D.    Metodologi
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode pengumpulan data & analisis. Dalam menyusun makalah ini kami membaca buku-buku mengenai sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon yang kami miliki, dan yang ada di perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kami juga mengambil beberapa bahan yang ada di internet.

E.     Sistematika Penulisan
Makalah ini tersusun dari dari 3 bab yaitu:
Bab I      : Pendahuluan
Bab II    : Pembahasan
Bab III   : Penutup

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Hukum
Istilah “sistem” berasal dari perkataan dan bahasa latin-yunani yaitu “systema” artinya keseluruhan yang terdiri bermacam-macam bagian. Secara umum sistem didefinisikan sekumpulan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu di dalam lingkungan yang kompleks.
Dalam definisi tersebut ada lima unsur utama, yaitu:
1.      Elemen-elemen atau bagian-bagian
2.      Adanya interaksi antar elemen
3.      Adanya sesuatu yang mengikat antar elemen
4.      Terdapat tujuan bersama sebagai hasil akhir
5.      Berada dalam suatu lingkungan yang kompleks
Sistem sering dijelaskan sebagai mengandung subsistem-subsistem yang saling berinteraksi subsistem-subsistem ini dipandang juga sebagai sistem-sistem yang lebih rendah tingkatannya yang juga memilki subsistem-subsistem sendiri yang saling berinteraksi, dan demikian seterusnya. Jadi pengertian sistem bergantung kepada latar belakang cara pandang orang mencoba mendefinisikannya.
Jadi yang dimaksud dengan sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang diatur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[1]

B. Macam-macam Sistem Hukum
Pada dasarnya sistem hukum di dunia ada dua kelompok besar yaitu sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo-Saxon. Selain dari dua tersebut, sebenarnya masih ada lagi seperti sistem hukum islam dan sistem hukum adat. Akan tetapi pada makalah ini, kami lebih menitik beratkan pada pembahasan sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo Saxon. Adapun perincian atas kedua sistem hukum tersebut adalah:
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)
Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.[2]
Sistem hukum ini berkembang di negara-negara eropa daratan yang sering disebut sebagai Civil Law.
Civil law, dalam satu pengertian merujuk ke seluruh sistem hukum yang saat ini diterapkan pada sebagian besar negara Eropa Barat, Amerika Latin, negara-negara Timur dekat, dan sebagian wilayah Afrika, Indonesia dan Jepang. Sistem ini diturunkan dari Romawi kuno, dan yang pertama kali diterapkan di Eropa berdasarkan jus civile Romawi-hukum privat yang dapat diaplikasikan terhadap warga negara dan di antara warga negara, di dalam batasan sebuah negara dalam konteks domestik. Sistem ini juga disebut jus quiritum, sebagai lawan dari jus gentium-hukum yang dapat diaplikasikan secara internasional, yakni antar negara. Pada waktu yang tepat akhirnya, hukum ini dikompilasikan dan kemudian “dikodifikasikan” dan banyak pengamat sering merujuk pada civil law sebagai hukum terkodifikasi yang paling utama.[3]
Sebenarnya semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran romawi pada masa pemerintahan kaisar justinianus abad VI sebelum masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari pelbagi kaidah hukum yang ada sebelum masa justinianus yang kemudian disebut Corpus Juris Civilis atau lebih singkatnya disebut Corpus Juris
Konten dari Corpus Juris Civilis adalah:[4]
1.      Institusi (atau Institutes) – sebuah risalah sistematis yang dibuat sebagi sebuah buku teks elementer untuk para siswa hukum tahun pertama yang didasarkan pada Institutes karya Gaius sebelumnya.
2.      Digest atau Pandect – sebuah kompilasi dari beberapa fragmen tulisan yuristik Romawi yang telah disunting, disusun berdasarkan judul atau kategori yang diambil dari zaman klasik, tetapi meliputi materi dari republik sebelumnya sampai dengan abad ke-3 M. Ini adalah bagian terrpenting dari corpus juris dan nuansa tulisan-tulisan zaman klasik masih sangat kental. (perbandingan system hukum)
3.      Codex – sebuah koleksi rancangan hukum imperial termasuk maklumat dan keputusan yudisial mulai dari zaman Hadrian yang disusun secara kronologis dalam masing-masing judul supaya bisa dlacak evolusi hukum dari sebuah konsep dimana fakta-fakta dalam sebuah perkara dibedakan dari fakta-fakta yang serupa dalam kasus sebelumnya.
4.      Novels – sebuah koleksi legislasi imperial yang dibuat oleh Justinian sendiri yang didasarkan pada koleksi pribadi dan diterbitkan secara berurutan menyusul penerbitan ketiga lainnya yang secara resmi disebarluaskan antara tahun 533 dan 544. Tak ada edisi resmi dari novels yang diterbitkan.
Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada corpus juris civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Prancis, dan Italia, juga Amerika latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintahan Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum kontinental itu ialah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa mencipatkan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi mentepkan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewanangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat pra pihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).
Sistem civil law mempunyai tiga karakteristik yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak terikat pada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang paling utama, dan sistem peradilan yang bersifat inkuisitorial.[5]
Sumber hukum civil law antara lain:
1. Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes).
2. Peraturan-peraturan hukum (Regulation = administrasi negara= PP, dll), 3. Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka sistem hukum kontinental penggolongannya ada dua yaitu penggolongan dalam bidang hukum publik dan hukum privat. Hukum publik (droit public) mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa atau negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Hukum publik mengatur lembaga-lembaga milik negara yang memberikan layanan publik, sekolah, rumah sakit dan pemerintah daerah, serta mengatur kedudukan hukum orang-orang yang melayani negara.[6] Yang termasuk hukum publik ialah:
a.       Hukum tata negara
b.      Hukum administrasi negara
c.       Hukum pidana
Hukum privat (droit prive) mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Hukum Privat mengatur hak dan kewajiban dari perorangan atau perusahan privat.[7] Yang termasuk dalam hukum privat ialah:
a.       Hukum sipil
b.      Hukum dagang
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor berkut:[8]
a.       Terjadinya proses sosialisasi didalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat.Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur “kepentingan umum atau masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin. Misalnya, bidang hukum perburuhan dan hukum agraria.
b.      Makin banyaknya ikut campur negara dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan. Misalnya, dibidang perdagangan, perjanjian, dan sebagainya.
Sistem hukum Eropa Kontinental (common law) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem hukum ini diantaranya adalah sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi. Dengan terkodifikasi tersebut tujuannya supaya ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum (kepastian hukum yang lebih ditonjolkan). Contoh tata hukum pidana yang sudah dikodifikasikan (KUHP), jika terjadi pelanggaran tehadap hukum pidana maka dapat dilihat dalam KUHPidana yang sudah dikodifikasikan tersebut.
Sedangkan kelemahannya adalah sistemnya terlalu kaku, tidak bisa mengikuti perkembangan zaman karena hakim harus tunduk terhadap perundang-undang yang sudah berlaku (hukum positif). Padahal untuk mencapai keadilan masyarakat hukum harus dinamis.[9]

2. Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)
Sistem hukum Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya.[10] Dikatakan pula bahwa sistem hukum Anglo Saxon merupakan hukum yg dibuat berdasarkan adat atau tradisi yg berlaku dalam masyarakat dan keputusan hakim. Pada mulanya, sistem hukum ini tidak tertulis.[11]
Sistem common law Inggris, yang terdiri atas beberapa karakteristik hukum, sudah sewajarnya jika dipandang sebagai salah satu sistem hukum utama di dunia. Meskipun bukan merupakan sistem hukum tertua yang pernah ada, sistem hukum Inggris merupakan hukum nasional tertua yang berlaku umum di seluruh wilayah kerajaan. Sama seperti sistem civil law, sistem hukum Inggris dilahirkan melalui rentetan peristiwa bersejarah, serangkaian sumber hukum, ideologi, doktrin, institusi yang berbeda dan moda pemikiran hukum yang berbeda yang secara kolektif yang membentuk tradisi common law Inggris. Tradisi hukum ini berhasil “dicangkokkan” dari Inggris ke berbagai negara di seluruh dunia yang secara kultural, juga secara geografis dan linguistik, berbeda dengan Inggris. Tradisi tersebut di tempat-tempat seperti Australia, Asia Tenggara, India, dan Hongkong, kemudian diformulasikan dan dijadikan bagian dari sistem hukum yang berlaku saat itu pada yurisdiksi tertentu. Luar biasanya sumber-sumber hukum, institusi dan hukum Inggris yang unik ini dapat berdiri bersama dengan budaya, agama, dan hukum adat asli dari tempat-tempat tersebut, dan seringkali muncul sistem dualistik.
Pada awalnya penerimaan terhadap hukum Inggris adalah sebagai akibat dari kolonialiasi Inggris, misi perdagangan dan dominasi kerajaan Inggris selama periode-periode penting dalam sejarah dunia. Tetapi beberapa bekas koloni, jauh setelah era pasca kolonial mereka dan setelah tahap pengembangan nasionalis mereka masih terus menggunakan pendekatan common law dan filsafat hukum Inggris dalam sistem hukum mereka.
Sistem Hukum Inggris mempunyai dua pembidangan hukum yaitu hukum common law dan hukum equity. Equity adalah suatu kumpulan norma-norma hukum yang berkembang pada abad ke-13 dan diterapkan oleh badan pengadilan yang dinamakan court of chancery. Equity terbentuk karena common law dalam memberikan putusannya idak dapat memuaskan para pencari keadilan, bahkan dalam banyak hal tidak mampu untuk mengadilinya, sehingga mereka mencari kesempatan untuk meminta keadilan kepada pihak lain dalam ini pimpinan gereja (Lord Chancellor). Cara ini tidak bertentangan dengan rasio sistem pengadian Inggris pada waktu itu, karena Royal Court adalah pengadilan sentral yang hakim-hakimnya diangkat oleh raja dan mengadili atas nama raja. Sebaliknya Lord Chancellor adalah rohaniawan. Yang dikenalnya adalah hukum gereja, sehingga putusan-putusan yang dijatuhkan adalah berdasarkan hukum gereja (kanonik). Maka, Ditinjau dari sejarahnya, bila dihubungkan dengan common law maka fungsi equity adalah:[12]
1.      Melengkapi kekurangan-kekurangan common law
2.      Mengadakan koreksi terhadap common law

Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum Anglo Saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.[13]
Telah dikatakan bahwa common law “sudah ada sejak zaman dahulu kala” tetapi sebetulnya baru teridentifikasi dan dikatakan dapat digunakan pada sekitar pertengahan sampai akhir abad ke-12. Lebih jauh lagi, pada abad ke-12 sampai 13 masehi, di tengah kekhawatiran terhadap “intelektualisme” hukum Romawi yang menjalari seluruh Eropa Kontinental yang terdiri atas risalah-risalah corpus juris yang telah diakui, risalah-risalah prosedur hukum Romano-Canonical (hukum gereja Romawi), hukum adat dan legalisasi kerajaan yang semuanya telah mengalami absorbsi hukum Romawi yang amat besar, hukum Inggris telah mengalami era “modernisasi”nya. Tradisi common law Inggris dan pengadilan common law sudah terbentuk dan pada saat itu tahan terhadap penerimaan hukum Romawi, atau, bahkan hukum asing yang lainnya.[14]
Sistem hukum Anglo Saxon kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo Amerika”. Sistem hukum mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut sebagai sistem Common Law dan sistem Unwritten Law (tidak tertulis). Walaupun disebut sebagai sistem unwritten law, hal ini tidak sepenuhnya benar. Alasannya adalah sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-sumber hukum yang tertulis (statues).
Sistem common law juga memiliki tiga karakteristik yaitu yurisprudensi dipandang sebagai sumber hukum yang paling utama, dianutnya doktrin stare decisis, dan adanya adversary system dalam konteks peradilan.[15]
Sumber Hukum common law antara lain:
1.      Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
2.      Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan.
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian hukum publik dan hukum privat. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental. Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental. Bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang:[16]
1.     hak milik (law of property),
2.     hukum tentang orang (law of persons),
3.     hukum perjanjian (law of contract) dan
4.     hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort).
Sistem hukum Anglo Saxon juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihannya adalah hakim diberi wewenang untuk melakukan penciptaan hukum melalui yurisprudensi (judge made law). Berdasarkan keyakinan hati nurani dan akal sehatnya keputusannya lebih dinamis dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
Sedangkan Kelemahannya adalah tidak ada jaminan kepastian hukumnya. Jika hakim diberi kebebasan untuk melakukan penciptaan hukum dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali hakim tersebut sudah dibekali dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi. Untuk negara-negara berkembang yang tingkat korupsinya tinggi tentunya sistem hukum anglo saxon kurang tepat dianut.[17]


C. Sejarah Terjadinya Sistem Hukum Kontinental (Civil Law) dan Anglo Saxon (Common Law)
Sejak awal abad pertengahan sampai pertengahan abad XII, hukum Inggris dan hukum Eropa kontinental masuk ke dalam sistem hukum yang sama yaitu hukum Jerman. Satu abad kemudian terjadi perubahan situasi. Hukum romawi yang merupakan hukum materiil dan hukum kanonik yang merupakan hukum acara dalam merubah kehidupan di Eropa Kontinental. Sedangkan di Inggris terluput dari pengaruh tersebut. Di negeri itu masih berlaku hukum asli rakyat Inggris.
1. Sejarah Terjadinya Sistem Hukum Kontinental (Civil Law)

Sistem yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental yang didasarkan atas hukum Romawi disebut sebagai sistem civil law, disebut demikian karena hukum Romawi pada mulanya bersumber pada karya agung Kaisar Justinianus yaitu corpus juris civilis. Sedangkan sistem yang dikembangkan di Inggris karena didasarkan atas hukum asli rakyat Ingris maka disebut sistem common law. Civil law dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental sehingga kerap disebut juga sistem kontinental. Civil law sebuah sistem hukum otonom lahir dan berkembang di Eropa Kontinental dan pengaruh kolonialisasi, perkembangan ilmu hukum, dan berbagi kodifikasi kunci, khususnya yang terjadi pada abad ke-19, telah memainkan peranan dalam pembentukan jenis hukum ini.
Selain itu sistem ini telah berevolusi selama lebih dari seribu tahun yang sudah pasti mengalami berbagai perubahan signifikan dalam hal konten dan prosedur substansifnya, dan yang dalam fase perkembangan awalnya, selama lima abad didominasi oleh tulisan-tulisan para ahli hukum zaman klasik. Karya ilmiah yang luar biasa ini mengalami pengkajian kembali pada abad ke-11 dan 12 di beberapa universitas ketika studi tentang hukum Romawi kembali menarik perhatian, dan dalam hal ini kembali terulang pada abad ke-17 dan 18 ketika aliran hukum alam memaksakan pengaruh filosofinya. Oleh sebab itu bukan suatu kebetulan apabila tulisan-tulisan doktrinal memainkan sebuah peranan yang signifikan, bahkan hingga saat ini di negara-negara seperti Prancis dan Jerman, kerena para ahli hukum zaman klasik sebenarnya sudah menciptakan struktur yang didalamnya praktik hukum diciptakan dan dikembangkan.[18]

Dalam sejarah dunia, hukum Romawi telah mengalami dua periode perkembangan. Pertama, periode yang dimulai dari zaman Kekaisaran Romawi yang berakhir dengan kompilasi yang dilakukan oleh Kaisar Justinian, yang diantaranya adalah Codex dan Digest, yang satu menanggung warisan imperialis dan yang lainnya adalah buah dari yuristik Romawi seperti yang terdapat pada era pra-Justinian. Kedua, (kadang-kadang dirujuk sebagai zaman kebangkitan atau Renaissance or Roman Law atau Kehidupan Kedua Hukum Romawi), periode yang dimulai dengan studi terhadap karya-karya Justinian di beberapa universitas di Italia pada akhir abad ke-11 M. popularitas para intelektual ini terus menyebar ke seluruh daratn Eropa dan sampai batasan tertentu bahkan sampai ke Inggris zaman pertengahan yang menyisakan kesan abadi pada terminologi yuristik dan pemikiran hukum dan juga pada struktur sistem hukum Eropa yang terus berlanjut sampai zaman “kodifikasi besar-besaran” pada abad ke-19.[19]
Selama abad ke-11 dan 12, dalam rangka mensejajarkan diri dengan renaissance di bidang filsafat, canon law (hukum Gereja) dan teologi, studi hukum Romawi mengalami kelahiran dan kebangkitan kembali, atau dalam kalimat Nicholas mengalami “Kehidupan Kedua”. Ada berbagai alasan yang bisa ditemukan yang telah menyebabkan kesuksesan dan popularitas hukum Romawi saat itu[20]:
1.      Kondisi ekonomi dan politik saat itu kondusif  bagi studi bidang hukum dan ada penerimaan yang cukup baik terhadap karya-karya, seperti Digest. Dalam bidang politis ada kebutuhan yang amat besar terhadap sebuah system hukum yang dapat menyatukan dan mengorganisasikan kondisi saat itu. Kekuasaan pemerintahan membutuhkan sentralisasi untuk mencegah terjadinya perpecahan. Secara ekonomi, sebuah masyarakat yang melihat kemunculan pusat-pusat perdagangan dan industri membutuhkan sebuah hukum yang dapat menangani perubahan bidang perdagangan komersial yang cepat.
2.      Digest memiliki suatu kesan otoritas karena dibuat dalam bentuk sebuah buku ditulis dalam bahasa latin dan merupakan sebuah relik dari imperium romanum lama. Roma pada masa jayanya, dengan semua penaklukan, kegemilangan dan supremasi serta sebagai simbol kesatuan, menawarkan sebuah harapan bagi adanya sebuah kesatuan hukum.
3.      Corpus Juris juga merupakan produk dari Justinian yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai kaisar Romawi yang suci, dan oleh sebab itu karya-karyanya mengandung otoritas dari Paus dan Kaisar, dan sungguh merupakan sebuah bentuk legalisasi imperial. Sehingga para praktisi hukum Italia hampir selalu punya kewajiban untuk mempelajari Digest.
4.      Digest merupakan sebuah kompilasi yang secara intelektual menantang bagi para praktsi hukum pada Zaman Pertengahan, bahasanya sulit untuk diikuti dan tatanan yang digunakannya dalam memperlakukan berbagi macam topik termasuk perlakuan hukumnya yang tidak familiar yang didasarkan pada sistem ganti rugi kuno namun seringkali hanya menawarkan beberapa contoh perkara yang telah diputuskan tanpa disertai konsep penuntun. Pengkajian terhadapnya menarik minat orang-orang dengan kemampuan intelektual yang tinggi yang kemudian menjadi spesialis dalam studi tersebut dan menguasai skil professional dalam meinginterpretasikannya.
5.      Hukum Romawi yang terdapat pada Corpus Juris juga memberikan berbagai solusi terperinci dan pendekatan terhadap permasalahan praktis. Ia juga memiliki struktur yang secara konseptual sangat kuat dengan dengan pembedaan yang jelas yang dapat diadopsi terhadap hampir semua situasi atau masalah dengan kesederhanaan dan kejelasan.
6.      Yang terakhir, telah dikatakan bahwa “karakter rasional dari hukum Romawi dan kebebasannya dari relativitas terhadap suatu tempat dan waktu tertentu” yang telah menyumbangkan porsi yang sangat besar bagi keberhasilan hukum Romawi.
2. Sejarah Terjadinya Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)
Sebaliknya, Sistem common law dianut oleh suku-suku Anglika dan Saksa yang mendiami sebagian besar Inggris sehingga disebut juga sistem Anglo-Saxon. Suku Scott yang mendiami Skotlandia tidak menganut sistem hukum ini meskipun berada di tanah Inggris mereka menganut system civil law. Negara-negara bekas jajahan negara-negara kontinental juga menganut sistem civil law. Sama halnya, negara-negara berbahasa Inggris yang merupakan bekas jajahan Inggris menganut sistem common law.[21]
Hukum inggris yang dibawa ke amerika serikat oleh para imigran inggris pada sekitar abad ke-16 dan 17. Setelah Negara amerika serikat merdeka, para imigran itu menghendaki agar sistem common law diberlakukan di Amerika Serikat.[22] Akan tetapi Amerika Serikat sebagai bekas jajahan Inggris mengembangkan sistem yang berbeda dari yang berlaku di Inggris meskipun masih dalam kerangka sistem common law. Di lain pihak perkembangan politik, ekonomi, dan teknologi yang terjadi di Amerika Serikat lebih pesat daripada yang terjadi di Inggris. Maka dari itu perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya transaksi dengan negara-negara lain. Hal ini berimplikasi pada banyaknya hukum Amerika Serikat yang dijadikan acuan atau landasan transaksi yang bersifat internasional. Oleh karena itulah sistem common law pada saat ini lazim disebut sebagai sistem Anglo-Amerika.
Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya melandasi pola hukum positif di negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negara Asia yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia, selain di Amerika Serikat sendiri.
Sistem hukum anglo amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama the doctrine of precedent/stare decisis. Pada hakikatnya doktrin ini menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden). Dalam hal itu tidak ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya. Kalau itu dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembanga zaman, hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan akal sehat (common sense) yang dimiliknya. Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang dari putusan-putusan hakimuntuk suatu perkara atau kasusyang dihadapi, sistem hukum Anglo Amerika, secara berlebihan, sering disebut sebagai Case Law.[23]

D. Sistem Hukum Indonesia
Sistem Hukum Indonesia sebagai sebuah sistem aturan yang berlaku di negara Indonesia adalah sistem aturan yang sedemikian rumit dan luas, yang terdiri antara unsur-unsur hukum dimana di antara unsur hukum yang satu dengan yang lain saling bertautan, saling pengaruh mempengaruhi serta saling mengisi. Oleh karenanya membicarakan satu bidang atau subsistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak bisa dipisahkan diri yang lain sehingga mirip dengan tubuh manusia. Unsur hukum bagaikan suatu organ yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari organ yang lain.
Istilah hukum indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan atau diberlakukan di indonesia. Hukum indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di indonesia. Dengan kata lain yang juga populer digunakan, Hukum indonesia adalah hukum positif indonesia, semua hukum yang dipositifkan atau yang sedang berlaku di indonesia. Membicarakan sistem hukum indonesia berarti membahas hukum secara sistematik yang berlaku di indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan yang unsur-unsur subsistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling pengaruh memengaruhi serta slaing memperkuat atau memperlemah antara satu dengan yang lainnyatidak dapat dipisahkan.
Sistem hukum Indonesia merupakan gabungan dari sistem hukum Barat (Eropa Kontinental dan Anglo Saxon), Hukum Islam, dan Hukum Adat. Hukum barat masuk ke Indonesia karena para penjajah menerapkan hukum barat sebagai perundang-undangan sebagai tata kehidupan kawasan jajahan. Hukum islam, karena islam datang ke Indonesia sehingga hukum islam pun diterapkan. Hukum adat, Karena hukum tersebut digunakan bangsa Indonesia sejak dulu menurut adat daerah masing-masing kelompok atau suku.
Sebagai suatu sistem, Hukum indonesia terdiri atas subsistem atau elemen-elemen hukum yang beraneka ragam, antara lain hukum tata Negara (yang bagian-bagiannya terdiri dari hukum tata Negara dalam arti sempit dan hukum tata Negara pemerintahan), hukum perdata (yang bagian-bagiannya terdiri atas hukum perdata dalam arti sempit, hukum acara perdata dan hukum dagang atau hukum bisnis), hukum pidana (yang bagian-bagiannya terdiri dari hukum pidana umum, hukum pidana tentara, hukum pidana ekonomi serta hukum acara pidana), serta hukum internasional (yang terdiri atas hukum nasional publik dan hukum perdata internasional)
Hukum indonesia memiliki sumber hukum, antara lain:
1.      Pancasila
2.      Undang-undang dasar 1945
3.      Undang-undang
4.      Traktat atau trinity
5.      Doktrin atau pendapat para ahli hukum















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem hukum merupakan suatu susunan atau tatanan yang diatur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya.
Sistem hukum Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya.
Hukum Indonesia merupakan sistem hukum yang berlaku di negara Indonesia yang bersumber dari Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang, Traktat, dan Doktrin.








DAFTAR PUSTAKA

De Cruz, Peter. 2010. Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common Law dan Socialist Law. Diterjemahkan dari karya Peter De Cruz, Comparative Law in a Changing World. Bandung : Nusa Media.
Syarifin, Pipin. 1998. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : Pustaka Setia.
Djamali, Abdoel. 2010. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.
Mahmud, Peter. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Prenada Media Group.
Manan, Abdul. 2009. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Jakarta : Prenada Media Group.
Soeroso. 2005. Pebandingan Hukum Perdata. Jakarta : Sinar Grafika.
http://slowdownthing.blogspot.com/2009/11/ciri-ciri-negara-hukum-anglosaxon-dan.html. diakses pada hari Kamis, 15 Desember 2011, pukul 22.00 WIB.
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-5-anglo-saxon-common-law.html. diakses pada hari Kamis, 15 Desember 2011, pukul 22.10 WIB.
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-7-eropa-kontinental-civil.html. diakses pada hari Jum’at, 16 Desember 2011, pukul 19.00 WIB.
http://www.proz.com/kudoz/english_to_indonesian/law_general/2776619-common_law.html. diakses pada hari Sabtu, 17 Desember 2011, pukul 08.30 WIB.






[1] Pipin Syarifin S.H., Pengantar Ilmu Hukum, CV Pustaka Setia, Bandung, 1998, hlm. 161-162.
[3] Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Socialist Law, Nusa Media, Bandung, 2010, hlm. 61.
[4] Peter De Cruz, hlm. 76-77.
[5] Prof. Dr. Peter Mahmud, S.H., M.S., LL.M., Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm. 286.
[6] Peter De Cruz, hlm. 109.
[7] Peter De Cruz, hlm. 109.
[8] R. Abdoel Djamali, S.H., Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 68-70.
[9] http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-7-eropa-kontinental-civil.html
[12] R. Soeroso, S.H., Pebandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 90-91.
[14] Peter De Cruz, hlm. 141-143.
[15] Peter Mahmud,  hlm.294.
[16] http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-5-anglo-saxon-common-law.html
[17] http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-5-anglo-saxon-common-law.html
[18] Peter De Cruz, hlm. 67.
[19] Peter De Cruz, hlm. 68.
[20] Peter De Cruz, hlm. 78-80.
[21] Peter Mahmud, hlm. 261-262.
[22] Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.Ip., M.Hum., Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm. 35.
[23] R. Abdoel Djamali, hlm. 70-72.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar