SUMBER HUKUM
Disusun
guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengantar
Ilmu Hukum
KELOMPOK 6
Sulaiman LaiTsi 11350003
Asrizal 11350005
M.Athour Rohman 11350047
Ahmad Najib M 11350048
PROGRAM
STUDI AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji Syukur kehadirat
Ilahi Rabbi–Tuhan Yang Maha Esa, Penagsih dan Penyayang yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga tugas makalah “Sumber Hukum” dapat terselesaikan. Shalwat serta salam atas junjungan Nabi besar
Muhammad SAW, sebagai Uswatun khasanah, sosok model yang paling ideal bagi
sekalian manusia untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
Dapat terselesaikannya
makalah ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan motivasi yang sifatnya
spritual dan materil dari banyak pihak. Sehingga penulis mengucapkan terimakasih
yang sedalam-dalamnya.
Demikian yang bisa penulis sampaikan, dengan
harapan semoga Allah Swt, Senantiasa membalas segala kebaikan mereka dan
makalah ini dapat memberi manfaat sebaik-baiknya. Amien
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 23 November 2011,
Penulis
Daftar Isi
Halaman Judul.................................................................................................................... 1
Kata Pengantar................................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................................ 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 4
1.2 Maksud dan Tujuan.................................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah....................................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Undang –
Undang........................................................................................... 8
2.2 Perjanjian
Internasional.................................................................................. 15
2.3
Yurisprudensi................................................................................................. 16
2.4
Doktrin............................................................................................................ 17
2.5
Perjanjian........................................................................................................ 17
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan..................................................................................................... 20
3.2 Daftar
Pustaka................................................................................................ 21
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Permasalahan pada manusia yang semakin
meningkat, angka pelanggaran pada hukum pidana maupun perdata yang sangat
tinggi, menimbulkan berbagai akibat hukum. Akibat hukum yang terus berjalan
menimbulkan peraturan-peraturan yang baru. Para penegak hukum yang kualahan
memutuskan perkara akhirnya menimbulkan sumber – sumber hukum yang baru pula.
Maka, agar kita tahu akan sumber – sumber hukum itu, makalah ini memaparkan
sumber hukum yang ada di Indonesia. Maka, pertanyaannya adalah: Di manakah
hukum itu dapat ditemukan ? Di manakah hakim dapat mencari atau menemukan
hukumnya yang dapat digunakan sebagai dasar putusannya ? Bagaimanakah kita
dapat mengetahui bahwa suatu peraturan tertentu mempunyai kekuatan mengikat
atau berlaku ? Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab oleh ajaran tentang sumber
hukum.
B. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan penulis dalam menyusun makalah ini adalah
sebagai tugas makalah Pengantar Ilmu Hukum yang berikan oleh Dosen pembimbing
sebagai tugas kelompok pada Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum yang juga merupakan
tugas wajib bagi mahasiswa umumnya. Serta agar kita dapat mengetahui ilmu hukum
tentang sumber hukum.
C. Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang penulis
dapatkan, yaitu:
1.
Apa
Pengertian Sumber Hukum ?
2.
Apa
saja Sumber Hukum itu ?
3.
Apa
saja ruang lingkup Sumber hukum itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER HUKUM
Pada hakekatnya yang dimaksud sumber
hukum adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukumnya.
Kata
sumber hukum sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu:
1.
Sebagai asas hukum, yaitu sesuatu yg merupakan permulaan
hukum, misalnya Kehendak Tuhan , Akal Manusia, Jiwa bangsa,dsb .
2.
Menunjukan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada hukum
yang sekarang berlaku : hukum perancis, hukum romawi.
3.
Sebagai sumber berlakunya yang memberi kekuatan berlaku secara
formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat).
4.
Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya :
dokumen, undang-undang, lontar, batu bertulis dsb
ALGRA membagi
sumber hukum menjadi sumber hukum materiil dan formil.[2]
Sumber hukum materiil ialah tempat
darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor
yang membantu pembentukan hukum, misalnya: hubungan sosial, kekuatan politik,
situasi sosial ekonomis, tradisi(pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil
penelitian ilmiah(kriminologi, lalu lintas), perkembangan internasional,
keadaan geografis internasional. Ini semuanya merupakan obyek studi penting
bagi sosiologi hukum.
Sumber hukum formil merupakan tempat
atau sumber darimana suat peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan
dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal berlaku.
Yang diakui umum sebagai sumber
hukum formil ialah undang – undang,
perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Sumber hukum dibedakan menjadi
empat, yaitu[3]:
1.
Sumber hukum dalam arti historis, yaitu tempat kita dapat
menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum dalam
arti historis ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenal
hukum secara historis: dokumen-dokumen kuno, lontar, dsb.
b.
Sumber hukum yang merupakan tempat pembentuk undang–undang
mengambil bahannya.
2.
Sumber hukum dalam arti sosiologis(teleologis) merupakan faktor –
faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti keadaan agama, pandangan
agama,dsb.
3.
Sumber hukum dalam arti filosofis yang dibagi dua, yaitu:
a.
Sumber isi hukum, disini dinyatakan isi hukum itu asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini, yaitu:
-
Pandangan theocratis; menurutnya isi hukum berasal dari tuhan.
-
Pandangan hukum kodrat; menurut pandangan ini isi hukum berasal
dari manusia.
-
Pandangan mazhab historis; menurut pandangan ini isi hukum berasal
dari kesadaran hukum.
b.
Sumber kekuatan mengikat dari hukum: mengapa hukum mempunyai
kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum.
4.
Sumber hukum dalam arti formil; yang dimaksudkan adalah sumber
dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan
hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan penduduk. Isinya timbul dari
kesadaran rakyat. Agar dapat berupa peraturan tentang tingkah laku harus
dituangkan dalam bentuk undang – undang, kebiasaan dan traktat atau perjanjian
antar negara.
Di dalam bukunya Achmad Sanusi membagi sumber hukum menjadi
dua kelompok, yaitu[4]:
1.
Sumber hukum normal, yang dibaginya lebih lanjut menjadi:
a.
Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan undang – undang,
yaitu:
-
Undang – undang
-
Perjanjian antar negara
-
Kebiasaan
b.
Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan undang –
undang, yaitu:
-
Perjanjian
-
Doktrin
-
Yurisprudensi
2.
Sumber hukum abnormal, yaitu:
a.
Proklamasi
b.
Revolusi
c.
Coup d’etat
Menurut Tap MPR no. III/MPR/2000 sumber hukum dasar
nasional adalah pancasila, sedangkan tata urutan perundang – undangan adalah
sebagai berikut:
1.
Undang – undang dasar 1945, yang merupakan sumber dasar tertulis
negara Republik indonesia dan memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan negara. Undang – undang dasar 1945 yang semula dianggap kramat
dan tak dapat diubah, sejak 19 oktober 1999 telah mengalami 4 kali amandemen.
Undang-undang Dasar adalah produk hukum, dan sebagai hukum , yang fungsinya
adalah melindungi kepentingan manusia maupun masyarakat yang selalu dinamis
harus berkembang mengikuti perkembangan (kepentingan) masyarakat, sehingga
tidak boleh statis. Setelah amandemen yang keempat jumlah bab tetap 16. Jumlah
pasal yang lama dipertahankan, yaitu 37, yang sesungguhnya lebih, karena
ditambahkan huruf A,B,C dan sebagainya pada pasal – pasal yang bersangkutan.
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3.
Undang – undang yang dibuat oleh DPR bersama Presiden untuk
melaksanakan UUD 1945 serta ketetapan MPR.
4.
Peraturan pemerintah pengganti UU yang dibuat oleh presiden dalam
hal ikhwal kegentingan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Peraturan pemerintah pengganti UU harus diajukan ke DPR dalam
persidangan yang berikut,
b.
DPR dapat menerima atau menolak dengan tidak mengadakan perubahan,
c.
Jika ditolak maka harus dicabut.
5.
Peraturan pemerintah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan
perintah undang – undang.
6.
Keputusan presiden bersifat mengatur dan dibuat oleh presiden
untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan administrasi
negara dan pemerintah.
7.
Peraturan daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan
hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
a.
Peraturan daerah provinsi dibuat oleh DPR provinsi dengan
Gubernur.
b.
Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh DPR Kabupaten/kota bersama
Bupati/walikota.
c.
Peraturan desa atau setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa
atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang
setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
è Undang – undang
Dalam artii materiil yang dinamakan undang – undang merupakan
keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya disebut undang –
undang dan mengikat setiap orang secara umum.
Undang – undang dalam arti formil ialah keputusan penguasa yang
dilihat dari bentuk dan cara terjadinya disebut undang – undang. Undang –
undang itu bersifat universal atau umum karena mengikat setiap orang dan
merupakan produk legislatif. Undang – undang juga disebut sebagai hukum, karena
berisi kaedah – kaedah hukum untuk melindungi kepentingan manusia. Maka, agar
kepentingan setiap manusia itu dapat terlindungi maka undang – undang harus
diketahui oleh setiap orang. agar dapat diketahui setiap orang , maka undang –
undang harus diundangkan atau diumumkan dengan memuatnya di dalam lembaran
negara(LN). Di indonesia yang disebut undang – undang adalah peraturan yang
dibuat oleh presiden dengan persetujuan DPR[5].
è Pengundangan
Tentang cara mengundangkan dan berlakunya undang-undang semula
diatur dalam Peraturan Pemerintah no.1 tahun 1945 (Berita Republik Indonesia
tahun I no.1, halaman 1 kolom 1) tentang cara mengundangkan dan berlakunya
undang – undang dan peraturan. Menurut peraturan tersebut segala undang –
undang dan peraturan presiden diumumkan oleh presiden dan ditandatangani oleh
sekertaris negara.
Dalam konstitusi
RIS ada ketentuan tentang pengudangan, yaitu yang dimuat dalam pasal 143 KRIS
yang berbunyi:
1.
Undang
– undang federal mengadakan aturan – aturan tentang mengeluarkan, mengumumkan
dan mulai berlakunya undang – undang federal dan peraturan pemerintah.
2.
Pengumuman
terjadi dalam bentuk menurut undang – undang adalah syarat tunggal untuk
kekuatan mengikat.
Sebagai peraturan pelaksanaan pasal 143 KRIS tersebut adalah UUDar
no.1 tahun 1949 dan kemudian UUDar no.2 tahun 1950 (kemudian dengan beberapa
perubahan menjadi UU no.2 tahun 1950, LN. 32), yang mulai berlaku pada tanggal
19 mei 1950 yaitu tentang UU L.N dan Pengumuman. Istilah pengundangan baru
dipakai dalam UUDS[6].
Penyelenggaraan lembaran negara dan berita negara diserahkan kepada Menteri
Kehakiman. Lembaran negara baru ada sesudah 17 agustus 1950[7].
Di dalam Negara Kesatuan di bawah UUDS Undang-undang no.2 tahun
1950 tetap berlaku.
Setelah kembalinya
UUD 45, Peraturan Pemerintah no. 1 tahun 1945 tidah berlaku lagi, karena Komite
Nasional Indonesia tidak ada lagi sehingga tidak dapat diumumkan pada papan
pengumuman KNI.
Di dalam praktek
pengundangan peraturan perundang-undangan dilakukan cara seberapa dapat
mengikuti undang-undang no. 2 tahun 1950 dengan beberapa perubahan secara
diam-diam, yaitu pengundangan dilakukan dalam lembaran negara oleh Sekretaris
Negara dan yang menandatangani oleh Presiden.
Di samping
lembaran negara yang nomor urutnya setiap tahun mulai dengan nomor satu dan
yang memuat undang-undang serta peraturan pemerintah, masih dikenal juga tambahan
lembaran negara (TLN) yang berisi penjelasan undang-undang dan nomor
urutnya beruntun tanpa menyebut tahun dikeluarkannya. Juga masih dikenal berita
negara yang diterbitkan oleh Departemen Kehakiman sebagai tempat
pengumuman-pengumuman berita resmi seperti pendirian PT., anggaran dasar
perseroan, yayasan dsb
Di dalam sistem
perundang-undangan dikenal adanya hierarchie (kewerdaan atau urutan).
Ada peraturan perundang-undangan yang mempunyai tingkatan yang tinggi, ada yang
mempunyai tingkatan yang tinggi,ada yang mempunayi tingakatan yang lebih rendah
(UUD,UU,PP)[8] . Perundang-undangan suatu negara merupakan
suatu sistem yang tidak menghendaki atau membenarkan atau membiarkan adanya
pertentangan atau konflik di dalamnya. Peratuaran perundang-undangan yang
tingkatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi yang
mengatur hal yang sama. Ini merupakan asas yang dikenal dengan adagium yang berbunyi
lex superior deregat legi inferori.
Tata urutan
Peraturan perundang-undangan kita diatur dalam TAP MPRS no. XX/MPRS/1966
seperti berikut[9]:
Ø UUD 45 adalah perturan
perundang-undangan yang tertinggi, yang pelaksanaannya dengan ketetapan MPR,
undang-undang dan keputusan presiden
Ø Setingkat lebih rendah adalah ketetapan MPR. Menurut TAP MPR no.
I/MPR/1973 tentang tata tertib MPR, bentuk keputusan MPR ada dua macam, yaitu
TAP MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif yang dilaksanakan
dengan undang-undang dan TAP MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif yang dilaksankan
dengan keputusan presiden
Ø Kemudian dikenal undang-undang untuk melaksanakan UUD atau TAP MPR.
Dalam kepentingan yang memaksa Presiden berhak menetapkan peraturan-peraturan
sebagai pengganti undang-undang. Oeraturan ini harus mendapatkan persetujuan
DPR.
Ø Dibawah undang-undang ada peraturan pemerintah yang memuat
aturan-aturan umum untuk melaksanakan undang-undang
Ø Setingkat lebih rendah lagi adalah keputusan presiden. Ini
merupakan keputusan yang lebih khusus (einmalig) untuk melaksanakan ketentuan
UUD, TAP MPR dalam bidang eksekutif atau peraturan pemerintah
Ø Akhirnya adalah peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, yaitu
peraturan menteri dan intruksi menteri.
Perlu diketahui bahwa sebelum TAP MPRS no. XX/MPRS/1966 berdasarkan
Surat Presiden tanggal 20 Agustus 1959 no. 2262/Hk/59 dikenal tata urutan
peraturan perundang-undangan lain, yaitu:
1.
Undang-undang
2.
Peraturan
pemerintah
3.
Peraturan
pemerintah pengganti undang-undang.
Ø Penetapan presiden untuk melaksanakan Dekrit Presiden tanggal 5
juli 1959
Ø Peraturan presiden didasarkan pada pasal 4 ayat 1 UUD 45 untuk
melaksanakan penetapan presiden
Ø Peraturan pemerintah untuk melaksakan peraturan presiden (ini lain
dari pada peraturan pemerintah ex. Pasal 5 ayat 2 UUD 45)
Ø Keputusan presiden untuk melaksanakan pengangkatan
Ø Peraturan menteri atau keputusan menteri.
Telah dikemukakan bahwa karena adanya heirarchie dalam
perundang-undangan maka akan berlaku asas lex superior derogat legi inferiori
kalau terjadi konflik antara peraturan perundang-undangan yang sifatnya umum
dengan yang sifatnya khusus, sedang kudua-duanya mengatur materi yang sama.
Kalau terjadi demikian, maka peraturan yang khusus akan melumpuhkan peraturan
yang umum sifatnya atau peraturan yang khususlah yang harus didahulukan: lex
specialis derogat legi priori.
è Kekuatan Berlakunya Undang-undang
Kekuatan berlakunya undang-undang ini perlu dibedakan dari kekuatan
mengikatnya undang-undang. Kekuatan berlakunya undang-undang menyangkut
berlakunya undang-undang secara operasional.
Undang-undang mempunyai persyaratan untuk dapat berlaku atau untuk
mempunyai kekuatan berlaku, yaitu kekuatan berlaku yuridis, sosiologis dan
filosofis.
a.
Kekuatan berlaku yuridis
(Juristische Geitung)
Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila
persyaratan formal terbentuknya undang-undang itu telah terpenuhi.
Menurut HANS KELSEN[10] kaedah hukum mempunyai kekuatan berlaku
apabila penetapannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatannya.
Suatu kaedah hukum merupakan sistem kaedah secara hierarchis. Di dalam Grundnorm
(norma dasar) terdapat dasar berlakunya semua kaedah yang berasal dari satu
tata hukum.
b.
Kekuatan berlaku sosiologis (Soziologische Geitung)
Disini intinya adalah efektivitas atau hasil guna kaedah hukum di
dalm kehidupan bersama. Yang dimaksudkan adalah bahwa berlakunya atau
diterimanya hukum di dalam masyarakat itu lepas dari kenyataan apakah peraturan
hukum itu terbentuk menurut persyaratan formal atau tidak. Jadi disini
berlakunya hukum merupakan kenyataan didalam masyarakat.
Kekuatan berlakunya hukum di dalam masyarakat ini ada dua macam:
1.
Menurut
teori kekuatan (Machtstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku
sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, terlepas dari diterima
ataupun tidak oleh warga masyarakat
2.
Menurut
teori pengakuan ( Anerkennungstheorie) hukum mempunyai kekuatan
berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga masyarakat
c.
Kekuatan berlaku filosofis (Filosofische Geltung)
Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum
tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (Rechtsidee) sebagai nilai positif yang
tertinggi (uberpositiven Werte: Pancasila, masyarakat adil dan makmur).
Undang-undang no. 19 tahun 1948 adalah suatu contoh undang-undang
yang hanya mempunyai kekuatan berlaku yuridis, karena telah memenuhi
persyaratan formal terbentuknya, tetapi belum prnah berlaku secara operasional:
walaupun undang-undang tersebut sudah diundangkan, tetapi dinyatakn mulai
berlaku pada hari yang akan ditetapkan oleh Menteri Kehakiman. Undang-undang
no. 2 tahun 1960 tentqng bagi hasil telah mempunyai kekuatan berlaku yuridis,
tetapi di dalam praktek tidak sepenuhnya berlaku.
Agar berfungsi, maka keadah hukum harus memenuhi ketiga unsur
tersebut : harus mempunyai kekuatan berlaku yuridis, sosiologis dan filosofis
sekaligus.
è Ruang Lingkup Berlakunya
Undang-undang Menurut Waktu
Pada asasnya undang-undang hanya mengikat peristiwa yang kemudian
terjadi setelah undang-undang itu diundangkan dan tidak berlaku surut. Telah
dikemukakan bahwa undang-undang itu mengatur perilaku atau peristiwa. Peristiwa
atau peristiwa yang diatur oleh undang-undang ialah yang terjadi sesudah
undang-undang diundangkan dan tidak sebaliknya. Sesudah selayaknya kiranya
ketentuan ini. Lagi pula kalau terjadi sebaliknya kepastian hukum tidak akan
terjamin.
Asas bahwa undang-undang tidak berlaku surut: undang-undang
hanyamengikat untuk waktu yang akan datang dan tidak mempunyai kekuatan berlaku
surut.[11]
è Saat Dimulai Berlakunya dan
Berakhirnya Undang-undang
Karena pengundangan undang-undang mempunyai kekuatan mengikat,
mengikat setiap orang untuk mengakui eksistensinya undang-undang.
Kalau tidak ditentukan tanggalnya, maka undang-undang itu mulai
berlaku pada hari ke 30 sesudah hari diundangkan[12] .
Mulai berlakunya undang-undang dapat juga ditentukan dalam
undang-undang itu sendiri, yaitu:
a.
Pada
saat diundangkan (misalnya UU no.2 tahun 1951 tentang berlakunya Undang-undang
Kecelakaan)[13].
b.
Pada
tanggal tertentu (misalnya PP no. 12 tahun 1954 tentang istirahat buruh)[14].
è Ruang Lingkup Berlakunya
Undang-undang Menurut Tempat dan Orang
Mengenai ruang lingkup berlakunya undang-undang menurut tempat dan
orang ada beberapa kemungkinan.
1. Undang-undang berlaku bagi setiap orang dalam wilayah negara tanpa
membedakan kewarganegaraan orang yang ada dalam wilayah negara tersebut. Jadi
berlakunya undang-undang dibatasi oleh wilayah. Ini disebut asas teritorial.
Pasal 2 KUHP berbunyi : Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam wilayah
Indonesia[15].
Sedangkan
wilayah Indonesia meliputi seluruh daratan dan perairan yang merupakan wawasan
nusantara atau seluruh wilayah nasional indonesia yang diatur dalam undang –
undang tertentu. Adapun undang – undang yang mengatur tentang wilayah indonesia
adalah UU no.4/Prp tahun 1960, TAP MPR no.II/MPR/1983 tentang GBHN (bab II E
jo. TAP MPR no. IV/MPR/1973, TAP MPR no. IV/MPR/1978), UU no. 5 tahun 1983
tentang ZEE, UU no.17 tahun 1985, UU no. 1 tahun 1973.
2.
Undang-undang
berlaku bagi orang yamg ada, baik di dalam suatu wilayah negara maupun di
luarnya. Disini undang-undang mengikuti orng dan tidak terbatas pada wilayah
negara saja. Ini yang disebut asas personal. Aturan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi warga negara yang berada di luar
Indonesia melakukan kejahatan yang disebut dalam pasal 5KUHP. Di sini
undang-undang berlaku bagi mereka yang melakukan perbuatan pidana di luar
negeri asal perbuatan itu ditempat kejadian diancam dengan pidana dan di
Indonesia merupakan kejahatan juga. Misalnya: orang Indonesia yang melakukan
pembunuhan di Amerika Serikat dan kemudia melarikan diri ke Indonesia dapat di
tuntut, karena pembunuhan di Amerika Serikat merupakan perbuatan pidana dan di
Indonesiapun diancam dengan pidana.
3.
Undang-undang
berlaku bagi setiap orang yang di luar indonesia melakukan kejahatan tertentu.
Berlakunya undang-undang di sini tidak trbatas pada warga negara indonesia
saja, tetapi juga tidak terbatas pada wilayah. Ini disebut asas universal.
Misalnya orang asing yang di luar indonesia memalsukan mata uang Indonesia
tunduk pada aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia.
è Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional atau treaty merupakan sumber hukum dalam
arti formal, karena harus memenuhi persyaratan formal tertentu untuk dapat
dinamakan perjanjian internasional. Pasal 11 UUD menentukan: presiden dengan
persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain. Perjanjian dengan negara lain inilah yang dimaksud dengan
perjanjian internasional.
Mengenai pembuatan perjanjian internasional ini ada surat presiden
kepada ketua DPR tanggal 22 agustus 1960 no. 2826/HK/60 tentang pembuatan
perjanjian dengan negara lain, yang tembusannya dikirim kepada menteri luar
negeri, menteri kehakiman, dan menteri penghubung DPR atau MPR.
Menurut surat presiden no. 2826/HK/60 tersebut yang dimaksud dengan
perjanjian menurut pasal 11 UUD hanyalah perjanjian yang terpenting saja, yaitu
yang mengandung soal – soal politik dan yang lazimnya dikehendaki berbentuk
traktat atau treaty.
Treaty adalah perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR untuk
mendapat persetujuan sebelum disahkan atau diratifisir oleh presiden ialah
perjanjian – perjanjian yang lazimnya berbentuk treaty yang mengandung materi
sebagai berikut:
a.
soal-soal
politik atau soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri
seperti perjanjian persahabatan,perjanjian persekutuan,perjanjian tentang perbahan
wilayah.
b.
ikatan-ikatan
yang sedemikian rupa yang mempengaruhi haluan politik luar negeri(perjanjian
kerjasama ekonomi dan tehnis atau pinjaman uang)
c.
soal-soal
yang menurut UUD atau sistem perundang-undangan kita harus diatur dengan
undang-undang: kewarganegaraan, soal kehakiman.
è Yurisprudensi
Disamping undang-undang,kebiasaan dan perjanjian international masih
ada sumber hukum lain, yaituYurisprudensi, doktrin, dan perjanjian yang oleh
van APELDOORN disebut sebagai faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum.
LEMAIRE menyebut yurisprudensi, ilmu hukum(doktrin) dan kesadaran hukum sebagai
determinan pembentukan hukum.
Yurisprudensi berarti peradilan pada umumnya (judicature
rechtspraak), yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak
yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara
serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang
bersifat mengikat dan berwibawa[16].
Di samping itu yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atau
doktrin yang di muat dalam putusan
Dalam uraian ini yang di maksud yurisprudensi adalah putusan
pengadilan.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif,
yang berisi kaedah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan
atau terhukum. Jadi putusan pengadilan hanya mengikat orang- orang tertentu
saja dan tidak mengikat setiap orang secara umum seperti undang-undang. Putusan
pengadilan adalah hukumsejak dijatuhkan sampai dilaksanakan.
Bedanya dengan
undang-undang ialah bahwa kalau putusan pengadilan itu berisi
peraturan-peraturan yang bersifat konkrit karena mengikat orang-orang tertentu
saja, maka undang-undang berisi peraturan-peraturan yang bersifat abstrak atau
umum karena mengikat setiap orang.
Van APELDORN
berpendapat bahwa di Negeri Belanda peradilan tidak merupakan sumber hukum formil, karena hakim
tidak terikat pada putusan hakimyang secara hierarchis lebih tinggi tingkatanya[17].
Meskipun demikian menurut pendapatnya peradilan membantu dalam pembentukan hukum
Mengingat bahwa
yurisprudensi yang sudah menjadi tetap(yurisprudensi konstan), yaitu putusan
yang selalu kembali itu menjadi normatif, maka dapatlah dikatakan bahwa
yurisprudensi itu merupakan sumber hukum formil[18].
Formil karena terjadi dengan cara
tertentu, yaitu oleh hakim dalam sidang pengadilan.
Pada umumnya
dikenal adanya dua sistem peradilan, yaitu sistem Kontinental dan sistem
Anglo-Saks.
Dalam sistem
Kontinental hakimtidak terikat pada putusan pengadilan yang pernah mdijatuhkan
mengenai perkara yang serupa.Dalam sistem anglo-Saks hakim terikat
pada”precedent” atau putusan mengenai perkara yang serupa dengan yang akan di
putus.
Sejak abad ke 19
kedua sistem tersebut saling bertemu. Dalam zaman modern sekarang ini batasa yang tajam antara kedua
sistem tersebut dapat dikatakan tidak ada.
è Doktrin
Undang-undang, perjanjian
internasional dan yurisprudensi adalah sumber hukum. Tidak mustahil ketiga
sumber hukum itu tidak dapat memberi semua jawaban mengenai hukumnya, maka hukumnya didapat dari pendapat-pendapat para sarjana hukum
atau ilmu hukum.
Pendapat para sarjana hukum yang
merupakan doktrin adalah sumber hukum, tempat hakimdapat menemukan hukumnya.
Ilmu hukum adalah sumber hukum, tetepi ilmu hukum bukanlah hukum, karena tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagai
hukum sebagai undang-undang
è Perjanjian
Menurut
van APELDORN perjanjian disebut faktor yang membantu pembentukan hukum,
sedangkan menurut LEMAIRE perjanjian adalah determinan hukum.
Menurut
teori klasik yang dimaksud dengan perjanjian adalah satu perbuatan hukum yang
bersisi dua yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Adapun yang dimaksud dengan satu perbuatan hukumyang bersisi dua tidak lain
adalah satu perbuatan hukum yang meliputi penawaran(offer,aanbod)dari pihak
yang satu dan penerimaan(acceptance,aanvaarding) dari pihak yang lain.
à Unsur Unsur Perjanjian
1. Unsur
yang mutlak harus ada bagi terjadinya perjanjian yang disebut essentiala. Unsur
ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya
perjanjian. Syarat-syarat adanya atau sahnya perjanjian adalah adanya kata
sepakat atau persesuaian kehendak, kecakapan para pihak, obyek tertentu dan
kausa atau dasar yang halal.
2. Unsur
yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan
secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada
dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian.
3. Unsur
yang harus dimuat atau disebut secara tegas dalam perjanjian yang dinamakan accidentalia. Unsur ini harus secara
tegas diperjanjikan, misalnya mengenai tempat tinggal yang harus dipilih.
Telah
dikemukakan diatas bahwa terjadinya perjanjian itu karena adanya konsensus.
Jadi perjanjian itu pada umumnya tidak dibuat secara formal tetapi konsensual .
Inilah yang disebut asas konsensualisme,
salah satu asa hukum perjanjian . Dengan adanya persesuaian kehendak telah
terjadi perjanjian.
Asas
hukum perjanjian yang kedua ialah bahwa kedua belah pihak terikat oleh
kesepakatan dalam perjanjian yang mereka buat.
Asas
kebebasan berkontrak merupakan asas hukum perjanjian yang ketiga pada dasarnya
setiap orang bebas untuk mengadakan dan menentukan isi perjanjian. Kalau asas konsualisme
itu berhubungan dengan lahirnya perjanjian, asas kekuatan mengikat berhubungan
dengan akibat perjanjian, maka asas kebebasan berkontrak itu berhubungan dengan
isi perjanjian.
Jika
undang-undang itu terjadi karena kehendak satu pihak, yaitu pembentuk
undang-undang dari mengikat setiap orang, maka terjadinya perjanjian itu karena
kehendak dua pihak dan hanya mengikat kedua belah pihak itu saja.
Pada
hakekatnya perjanjian seperti yang ternyata dari uraian diatas adalah hukum dan
sekaligus juga sumber hukum.
è Kesadaran Hukum
Menurut
PAUL SCHOLTEN kesadaran hukum merupakan suatu kategori, yaitu pengertian yang
aprioristisumum tertentu dalam hidup kejiwaan kita yang menyebabkan kita dapat memisahkan antara
hukum dan kebatilan(tidak hukum), yang tidak ubahnya dengan benar dan tidak benar baik dan buruk[19]
Kalau
keadaan berjalan normal menurut hukum, tidak banyak terjadi pelanggaran atau
kejahatan, orang tidak akan memasalahkan tentang kesadaran hukum. Mungkin orang
berpendapat bahwa sudah selayaknya hukum harus dilaksanakan ,sudah semestinya
bahwa setiap orang melakukan kewajiban hukum dan tidak melanggar hukum. Tetapi
kalau banyak terjadi perampokan, pembunuhan, korupsi dan pelanggaran-
pelanggaran hukum lainntang ada tidaknya atau tinggi rendahnya kesadaran hukum.
Oleh karena itu kesadaran hukum terutama adalah kesadaran tentang kebatilan
atau kesadaran tentang “tidak hukum”.
BAB III
PENUTUP
è Kesimpulan
Hukum merupakan sesuatu yang tak dapat dilepaskan dari masyarakat.
Hukum mengatur tatanan masyarakat yang ada. Sehingga untuk mewujudkan tatanan
masyarakat yang nyaman perlu sumber hukum yang matang. Sumber hukum inilah yang
dijadikan mereka untuk memutuskan suatu kasus baik pidana maupun perdata yang
ada di masyarakat. Sumber hukum tersebut
mencakup Undang – undang, perjanjian internasional, yurisprudensi, doktrin, perjanjian,
dll.
Daftar Pustaka
Mertokusumo, Sudikno.2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
Subekti; Tjitrosudibio.2008.Kitab Undang – undang HUKUM PERDATA.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Apeldoorn, Van. 2001. Pengantar
Ilmu Hukum. Jakarta: PT Pradya Paramita.
Pudjosewojo, Kusumadi.1961. Pedoman Peladjaran Tata Hukum
Indonesia. Jogjakarta: PT. Penerbitan Universitas.
Starke, J.G. 1997. Pengantar Hukum Internasional 2. Jakarta: Sinar
Grafika.
Pudjosewono, Kusumadi. 1997. Pedoman Pelajaran Tata Hukum
Indonesia. Yogyakarta: Sinar Grafika.
http://www.google.co.id/#hl=id&cp=11&gs_id=1u&xhr=t&q=sumber+hukum&pf=p&sclient=psy-ab&site=&source=hp&pbx=1&oq=sumber+huku&aq=0&aqi=g4&aql=&gs_sm=&gs_upl=&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=d7261438f57b4838&biw=1280&bih=885. Diakses tanggal 23 November
2011, Pukul 05.44 WIB.
Handayani,
Fully. Sumber Hukum. www.google.com. http://www.google.co.id/#pq=sumber+hukum&hl=id&cp=29&gs_id=2z&xhr=t&q=sumber+hukum,+fully+handayani&pf=p&sclient=psy-ab&source=hp&pbx=1&oq=sumber+hukum,+fully+handayani&aq=f&aqi=&aql=&gs_sm=&gs_upl=&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.,cf.osb&fp=d7261438f57b4838&biw=1280&bih=885.
[1].Zevenbergen.op.cit.hal
152
[2]
Rechtsaanvang(1975) hal 74
[3] Van
apeldoorn.op.cit.hal.58.dst
[4]
Pengantar Ilmu hukum dan Pengantar tata Hukum Indonesia, hal 34.
[5] Pasal 5
ayat 1 UUD 1945
[6] Pasal
100
[7] Kusumadi
Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, hal. 20.
[8] Gronwet,
Wet, A.M.B
[9] Prof.
DR. Sudikno Mertokusumo. SH. mengenal hukum suatu pengantar, hal.92
[10] Rechtswetenschap
en Gerechtigheid, terjemahan Mr. Ir. M.M van praag. hal 13
[11] KUHP BW,Pasal
2AB
[12] KUHP
BW,Pasal 13 UU no.2 tahun 1950, L.N. 32
[13] KUHP
BW,Pasal 13 UU no.2 tahun 1951
[14] KUHP BW
,PP no. 12 tahun 1954
[15] Lihat
juga pasal 3 KUHP)
[17] Op.cit.
hal. 123
[18] Algra.
Rechtsingang, hal.93
[19] Scholten,op.cit.
hal.168
Tidak ada komentar:
Posting Komentar