KONSTITUSI INDINESIA

MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas
Dalam Mata Kuliah
Pancasila dan Kewarganegaraan
Disusun Oleh:
Ahmad Mun’im
Nim:11350010/AS-A
Dosen:
Dra. Hj. Ermi Suhasti S.,MSI.
AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkataan “konstitusi” berasal dari
bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata pertama berarti
membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau
pranata (masyarakat)Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari
segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk
mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara
bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara
dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional
law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang
sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law
didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi
lebih menonjol.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau
sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar
yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini
harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan
fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah
berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
B. Tujuan Konstitusi
1) Membatasi
kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang–wenang maksudnya tanpa
membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan
bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2) Melindungi
Ham maksudnya setiap penguasa berhak menghormati Ham orang lain dan hak
memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.
3) Pedoman
penyelengaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita
tidak akan berdiri dengan kokoh.[1]
C. Ruang Lingkup
Mencakup keseluruhan peraturan baik
yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara suatu
pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakata Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution
(inggris) constitutie (bld) dan constituer (prc) yang berarti
membentuk,menyusun,menyatakan. Dalam bahasa Indonesia konstitusi diterjemahkan
atau disama artikan dengan UUD (Grondwet,Grundgesetz). Dan dalam praktek
kenegaraan Negara repubik Indonesia serikat pernah menggunakan istilah
konstitusi untuk menamakan UUD-nya.[2]
Namun pengertian konstitusi dalam praktek
ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti:
1. Lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar
atau
2. Sama dengan pengertian Undang-Undang
Dasar.
Kata konstitusi dapat mempunyai arti
lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar,karena pengertian Undang-Undang Dasar hanya
meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih ada konstitusi yang
tidak tertulis yang tidak tercakup dalam Undang-Undang Dasar.[3]
Menurut L.J.Apeldoorn antara UUD dan
Konstitusi ada perbedaan,UUD hanya sebatas hukum yang tertulis sedangkan Konstitusi
disamping memuat hukum tertulis juga memuat hukum yang tertulis.
Didalam bukunya K.C.Wheare “Modern
constitution” secara garis besarnya suatu konstitusi dapat dibagi menjadi
dua,yaitu:
1. Konstitusi yang semata-mata berbicara
sebagai naskah hukum, suatu ketentuan yang menganut ‘the rule the
constitution”.
2. Konstitusi yang bukan saja mengatur
ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga mencantumkan idiologi, aspirasi dan
cita-cita politik, the setatement of idea, pengakuan kepercayaan, suatu
beloofsbelijdenis dari bangsa yang menciptakannya.[4]
Adapun yang dinamakan konstitusi atau
Undang-Undang Dasar adalah suatu kerangka kerja (framework) dari sebuah Negara
yang menjelaskan bagaimana tujuan pemerintahan Negara tersebut diorganisr dan
dijalankan.E.C.S.Wade membatasipengertian konstutusi/UUD sebagai “naskah yang
memaparkan rangka dari tugas-tugas pokok dari badan pemerintahan suatu Negara
dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut”.
Menurut Sovernin lohman, didalam makna
konstitusi terdapat tiga unsur yang sangat menonjol, yaitu:
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan
perjanjian masyarakat (kontrak social), artinya konstitusi merupakan hasil dari
kesepakatan masyarakat untuk membina Negara dan pemerintahan yang akan mengatur
mereka.
2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin
hak-hak asasi manusia dan warga Negara sekaligus menentukan batas-batas hak dan
kewajiban warga Negara dan alat-alat
pemerintahannya.
3. Konstitusi sebagai forma regimenis,
yaitu kerangka bangunan pemerintahan.[5]
B. Sejarah dan Perkembangan Konstitusi
Konstitusi Negara
Republik Indonesia yang pertama lahir pada tanggal 18 agustus 1945 yang
disahkan oleh panitia kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang telah di sempurnakan
keanggotaannya. Adapun motif ditambahkan keanggotan PPKI yang semula berjumlah
duapuluh satu ditambah anggota baru hingga menjadi duapuluh tujuh anggota,
antara lain untuk menghilangkan kesan seakan-akan yang membentuk Negara ini
dilakukan oleh sebuah lembaga buatan jepang, dan oleh karena itu terbentuknya
Negara Republik Indonesia ini di arsiteki oleh pemerintah jepang juga.[6]
Berdasarkan sejarah
BPUPKI[7]
dan PPKI[8]
berperan penting dalam membidani lahirnya UUD 1945. BPUPKI resmi terbentuk
sejak 29 april 1945 dan berhasil melaksanakan sidang sebanyak dua kali yakni
sidang pertama 29 mei-1 juni 1945 dan sidang kedua 10-17 juli 1945.
Dengan beranggotakan 62[9]
orang, meminjam istilah Boland committee of 62,[10]
BPUPKI dibagi dalam tiga kepanitian kecil yang membahas tiga agenda
penting,yakni perihal UUD, keuangan dan perekonomian, dan pembelaan tanah air.
Bung Karno, sebagai
salah seorang BPUPKI yang berkesempatan menyampaikan usulannya pada tanggal 1
juni 1945 berusaha untuk mengkompromikan kedua pendapat diatas, dengan cara
memadukan antara idiologi marhanisme yang telah di konsepkannya sejak tahun
1927dengan dasar islam yang diusulkan oleh golongan islam untuk itu Bung Karno
mengambil inti ajaran islam yaitu “tauhid” kesaan Allah untuk ditambahkan dalam
idiologi marhaenismenya yang terdiri dari internasionalisme (pri kemanusiaan),
nasionalisme (pri kebangsaan), demokrasi dan keadilan (kesejahteraan) sosial.
Akhirnya lahirlah konsep dasar Negara yang diusulkan oleh Bung Karno, yaitu:
Pri kemanusiaan,Pri
kebangsaan,Demokrasi,Keadilan sosial,Ketuhanan yang maha esa.
Dengan selesainya pidato Bung
Karno, selesai pula sidang pleno, pertema BPUPKI. Dan segera setelah sidang
berakhir, 38 anggota melanjutkan pertemuan untuk membentuk panitia kecil, yang
tugasnya merumuskan lebih jauh dari usulan Bung Karno tersebut dengan tetap
memperhatikan semua usulan yang berkembang dalam sidang. Team perumus terdiri
dari Sembilan anggota, dengan diketahui oleh Bung Karno. Kedelapan anggota lainnya
adalah Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Subarjo, A.A. Maramis, Agus Salim,
Abikusno Tjokrosujoso, Khar Muzakir dan Wahid Hasyim.[11]
C. Lahirnya Amandemen UUD1945
D. Pasca amandemen
Pasca perubahan Undang-Undang Dasar
1945 amandemen ke-4, memberikan nilai lain pada konstitusi kita. Dalam beberapa
pasal konstitusi kita memiliki nilai nominal, namun untuk beberapa pasal
memiliki nilai normatif. Misal pada pasal 28 A-J UUD 1945 tentang Hak Asasi
manusia, namun pada kenyataan masih banyak pelanggaran atas pemenuhan hak asasi
tersebut, katakanlah dalam pasal 28B ayat (2), yang berbunyi “Setiap orang
berhak atas kekeluargaan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi (penebalan tulisan oleh penulis). Walaupun
dalam ayat tersebut terdapat hak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi namun kenyataannya masih banyak diskriminasi-diskriminasi penduduk
pribumi keturunan. Terlebih pada era orde baru.
Kemudian pasal 29 ayat (2), yang berbunyi “
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Perkataan Negara menjamin kemerdekaan menjadi sia-sia kalau agama yang diakui
di Indonesia hanya 5 dan 1 kepercayaan. Hal tersebut menjadi delematis dan
tidak konsekuen, bila memang kenyataan demikian, mengapa tidak dituliskan
secara eksplisit dalam ayat tersebut.
Hal lain adalah dalam pasal 31 ayat
(2), yang berbunyi “ Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya” Kata-kata wajib membiayainya seharusnya
pemerintah membiayai seluruh pendidikan dasar tanpa terdikotomi dengan apakah
sekolah tersebut swasta atau negeri, karena kata wajib disana tidak merujuk
pada sekolah dasar negeri saja, seperti yang dilaksanakan pemerintah tahun ini,
tetapi seluruh sekolah dasar.
Pasal selanjutnya adalah pasal 33 ayat (3), yang
berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kata dipergunakan
dalam ayat tersebut tampaknya masih jauh dari kenyataan, betapa tidak banyak
eskploitasi sumber daya alam bangsa ini yang dikuras habis oleh perusahaan
asing yang sebagian besar keuntungannya di bawa pulang ke negara asal mereka.
Kondisi demikian masih jauh dari tujuan pasal tersebut yakni kemakmuran rakyat
bukan kemakmuran investor.
Selanjutnya pasal 34 ayat (1), yang berbunyi “
fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Kata dipelihara
disini bukan berarti fakir miskin dan anak-anak terlantar dibiarkan “berpesta
ngemis” atau bergelandang tanpa dicari solusi dan menjamin jaminan sosial
dimana sesuai dengan tujuan awal, yakni kesemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Kesimpulan
dari pemaparan diatas tampaknya UUD kita mempunyai nilai nominal. Sebab
walaupun secara hukum konstitusi ini berlaku dan mengikat peraturan dibawahnya,
akan tetapi dalam kenyataan tidak semua pasal dalam konstitusi berlaku secara
menyeluruh, yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif dan
dijalankan secara murni dan konsekuen.[12]
[2] Drs.
Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa
mandiri,Yogyakarta.2003.hal.69
[3]
Prof.Dr.H.kaelan,M,s.&Drs.H.Ahmad Zubaidi,M,si. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi. Paradigna, Yogyakarta, 2007. Hal.87
[4] Drs.
Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa
mandiri,Yogyakarta.2003.hal.69
[5] Drs. Mustafa Kamal
Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa
mandiri,Yogyakarta.2003.hal.70
[6] Drs.
Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa
mandiri,Yogyakarta.2003.hal.73
[7] George Mc Turnan Kahin, Nationalism and Revolution (New York
Cornell University Press,1952)hal.122.
[8] di Endang Saifudin Anshari,piagam Jakarta 22 juni1945 dan
sejarah konsensus nasional antara nasionalis islami dan nasionalis “sekuler”
tentang dasar Negara republic Indonesia 1945-1959( Bandung perpustakaan
Salman ITB1981), hlm.42.
[9] Safroedin bahar,et al, risalah sidang BPUPKI-PPKI 29
mei1945-22 agustus 1945(Jakarta:sekertariat republic indonesia1995),hal,XXV-VI
[10] B.J.Boland The Struggle of islam in modern Indonesia(The
Hague Martinus Nitjhoff,1997),hal 15-16.
[11] Drs.
Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa
mandiri,Yogyakarta.2003.hal.74
[12] nilai-konstitusi-indonesia-berdasarkan.ht...14:27. 17
OKTOBER2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar