Rabu, 27 Maret 2013

KONSTITUSI INDINESIA

Deskripsi: logo.jpg






MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas
Dalam Mata Kuliah  Pancasila dan Kewarganegaraan


Disusun Oleh:

Ahmad Mun’im
Nim:11350010/AS-A


Dosen:
Dra. Hj. Ermi Suhasti S.,MSI.




AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAH
                    FAKULTAS SYARI’AH
      UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkataan “konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau pranata (masyarakat)Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang sama dengan  hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law didasarkan  atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.


B. Tujuan Konstitusi
    
1)      Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang–wenang maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2)      Melindungi Ham maksudnya setiap penguasa berhak menghormati Ham orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.
3)      Pedoman penyelengaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.[1]
C. Ruang Lingkup
Mencakup keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakata Negara.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Arti Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (inggris) constitutie (bld) dan constituer (prc) yang berarti membentuk,menyusun,menyatakan. Dalam bahasa Indonesia konstitusi diterjemahkan atau disama artikan dengan UUD (Grondwet,Grundgesetz). Dan dalam praktek kenegaraan Negara repubik Indonesia serikat pernah menggunakan istilah konstitusi untuk menamakan UUD-nya.[2]
Namun pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti:
1.      Lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar atau
2.      Sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar.
Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar,karena pengertian Undang-Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih ada konstitusi yang tidak tertulis yang tidak tercakup dalam Undang-Undang Dasar.[3]

Menurut L.J.Apeldoorn antara UUD dan Konstitusi ada perbedaan,UUD hanya sebatas hukum yang tertulis sedangkan Konstitusi disamping memuat hukum tertulis juga memuat hukum yang tertulis.
Didalam bukunya K.C.Wheare “Modern constitution” secara garis besarnya suatu konstitusi dapat dibagi menjadi dua,yaitu:
1.      Konstitusi yang semata-mata berbicara sebagai naskah hukum, suatu ketentuan yang menganut ‘the rule the constitution”.
2.      Konstitusi yang bukan saja mengatur ketentuan-ketentuan hukum, tetapi juga mencantumkan idiologi, aspirasi dan cita-cita politik, the setatement of idea, pengakuan kepercayaan, suatu beloofsbelijdenis dari bangsa yang menciptakannya.[4]
Adapun yang dinamakan konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah suatu kerangka kerja (framework) dari sebuah Negara yang menjelaskan bagaimana tujuan pemerintahan Negara tersebut diorganisr dan dijalankan.E.C.S.Wade membatasipengertian konstutusi/UUD sebagai “naskah yang memaparkan rangka dari tugas-tugas pokok dari badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut”.
Menurut Sovernin lohman, didalam makna konstitusi terdapat tiga unsur yang sangat menonjol, yaitu:
1.      Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak social), artinya konstitusi merupakan hasil dari kesepakatan masyarakat untuk membina Negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
2.      Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga Negara sekaligus menentukan batas-batas hak dan kewajiban warga Negara  dan alat-alat pemerintahannya.
3.      Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan.[5]
B.      Sejarah dan Perkembangan Konstitusi
Konstitusi Negara Republik Indonesia yang pertama lahir pada tanggal 18 agustus 1945 yang disahkan oleh panitia kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang telah di sempurnakan keanggotaannya. Adapun motif ditambahkan keanggotan PPKI yang semula berjumlah duapuluh satu ditambah anggota baru hingga menjadi duapuluh tujuh anggota, antara lain untuk menghilangkan kesan seakan-akan yang membentuk Negara ini dilakukan oleh sebuah lembaga buatan jepang, dan oleh karena itu terbentuknya Negara Republik Indonesia ini di arsiteki oleh pemerintah jepang juga.[6]

Berdasarkan sejarah BPUPKI[7] dan PPKI[8] berperan penting dalam membidani lahirnya UUD 1945. BPUPKI resmi terbentuk sejak 29 april 1945 dan berhasil melaksanakan sidang sebanyak dua kali yakni sidang pertama 29 mei-1 juni 1945 dan sidang kedua  10-17 juli 1945.
Dengan beranggotakan 62[9] orang, meminjam istilah Boland committee of 62,[10] BPUPKI dibagi dalam tiga kepanitian kecil yang membahas tiga agenda penting,yakni perihal UUD, keuangan dan perekonomian, dan pembelaan tanah air.
Bung Karno, sebagai salah seorang BPUPKI yang berkesempatan menyampaikan usulannya pada tanggal 1 juni 1945 berusaha untuk mengkompromikan kedua pendapat diatas, dengan cara memadukan antara idiologi marhanisme yang telah di konsepkannya sejak tahun 1927dengan dasar islam yang diusulkan oleh golongan islam untuk itu Bung Karno mengambil inti ajaran islam yaitu “tauhid” kesaan Allah untuk ditambahkan dalam idiologi marhaenismenya yang terdiri dari internasionalisme (pri kemanusiaan), nasionalisme (pri kebangsaan), demokrasi dan keadilan (kesejahteraan) sosial. Akhirnya lahirlah konsep dasar Negara yang diusulkan oleh Bung Karno, yaitu:
Pri kemanusiaan,Pri kebangsaan,Demokrasi,Keadilan sosial,Ketuhanan yang maha esa.
Dengan selesainya pidato Bung Karno, selesai pula sidang pleno, pertema BPUPKI. Dan segera setelah sidang berakhir, 38 anggota melanjutkan pertemuan untuk membentuk panitia kecil, yang tugasnya merumuskan lebih jauh dari usulan Bung Karno tersebut dengan tetap memperhatikan semua usulan yang berkembang dalam sidang. Team perumus terdiri dari Sembilan anggota, dengan diketahui oleh Bung Karno. Kedelapan anggota lainnya adalah Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Subarjo, A.A. Maramis, Agus Salim, Abikusno Tjokrosujoso, Khar Muzakir dan Wahid Hasyim.[11] 
C.    Lahirnya Amandemen UUD1945













D.    Pasca amandemen
Pasca perubahan Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4, memberikan nilai lain pada konstitusi kita. Dalam beberapa pasal konstitusi kita memiliki nilai nominal, namun untuk beberapa pasal memiliki nilai normatif. Misal pada pasal 28 A-J UUD 1945 tentang Hak Asasi manusia, namun pada kenyataan masih banyak pelanggaran atas pemenuhan hak asasi tersebut, katakanlah dalam pasal 28B ayat (2), yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kekeluargaan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (penebalan tulisan oleh penulis). Walaupun dalam ayat tersebut terdapat hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi namun kenyataannya masih banyak diskriminasi-diskriminasi penduduk pribumi keturunan. Terlebih pada era orde baru.
 Kemudian pasal 29 ayat (2), yang berbunyi “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Perkataan Negara menjamin kemerdekaan menjadi sia-sia kalau agama yang diakui di Indonesia hanya 5 dan 1 kepercayaan. Hal tersebut menjadi delematis dan tidak konsekuen, bila memang kenyataan demikian, mengapa tidak dituliskan secara eksplisit dalam ayat tersebut.
Hal lain adalah dalam pasal 31 ayat (2), yang berbunyi “ Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” Kata-kata wajib membiayainya seharusnya pemerintah membiayai seluruh pendidikan dasar tanpa terdikotomi dengan apakah sekolah tersebut swasta atau negeri, karena kata wajib disana tidak merujuk pada sekolah dasar negeri saja, seperti yang dilaksanakan pemerintah tahun ini, tetapi seluruh sekolah dasar.
Pasal selanjutnya adalah pasal 33 ayat (3), yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kata dipergunakan dalam ayat tersebut tampaknya masih jauh dari kenyataan, betapa tidak banyak eskploitasi sumber daya alam bangsa ini yang dikuras habis oleh perusahaan asing yang sebagian besar keuntungannya di bawa pulang ke negara asal mereka. Kondisi demikian masih jauh dari tujuan pasal tersebut yakni kemakmuran rakyat bukan kemakmuran investor.
 Selanjutnya pasal 34 ayat (1), yang berbunyi “ fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Kata dipelihara disini bukan berarti fakir miskin dan anak-anak terlantar dibiarkan “berpesta ngemis” atau bergelandang tanpa dicari solusi dan menjamin jaminan sosial dimana sesuai dengan tujuan awal, yakni kesemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Kesimpulan dari pemaparan diatas tampaknya UUD kita mempunyai nilai nominal. Sebab walaupun secara hukum konstitusi ini berlaku dan mengikat peraturan dibawahnya, akan tetapi dalam kenyataan tidak semua pasal dalam konstitusi berlaku secara menyeluruh, yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif dan dijalankan secara murni dan konsekuen.[12]



[1] id.wikipedia.org/wiki/Konstitusi. 20.21 17 oktober 2011

[2] Drs. Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa mandiri,Yogyakarta.2003.hal.69
[3] Prof.Dr.H.kaelan,M,s.&Drs.H.Ahmad Zubaidi,M,si. Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi. Paradigna, Yogyakarta, 2007. Hal.87
[4] Drs. Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa mandiri,Yogyakarta.2003.hal.69
[5] Drs. Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa mandiri,Yogyakarta.2003.hal.70
[6] Drs. Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa mandiri,Yogyakarta.2003.hal.73
[7] George Mc Turnan Kahin, Nationalism and Revolution (New York Cornell University Press,1952)hal.122.
[8] di Endang Saifudin Anshari,piagam Jakarta 22 juni1945 dan sejarah konsensus nasional antara nasionalis islami dan nasionalis “sekuler” tentang dasar Negara republic Indonesia 1945-1959( Bandung perpustakaan Salman ITB1981), hlm.42.
[9] Safroedin bahar,et al, risalah sidang BPUPKI-PPKI 29 mei1945-22 agustus 1945(Jakarta:sekertariat republic indonesia1995),hal,XXV-VI
[10] B.J.Boland The Struggle of islam in modern Indonesia(The Hague Martinus Nitjhoff,1997),hal 15-16.
[11] Drs. Mustafa Kamal Pasha B.Ed. Pendidikan Kewarganegaraan citra kersa mandiri,Yogyakarta.2003.hal.74
[12]  nilai-konstitusi-indonesia-berdasarkan.ht...14:27. 17 OKTOBER2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar