Penafsiran
Hukum Dan Macam-macamnya
MAKALAH
Diajukan
guna memenuhi tugas
dalam
mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
Disusun
Oleh Kelompok 9:
NOLA
PUTRIYAH P 11350023
IFTITAHUL
IZZAH 11350026
SURYADI 11350029
NOVI
PERWITASARI 11350040
Dosen:
NURHIDAYATULOH,
S.H.I.,S.PD.,LL.M.,M.H
AL-AHWAL
AL-ASYAKHSIYAH
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
NEGRI SUNAN KALIJAGA
2011
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
wr.wb
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmatnya kepada
hamba-hambaNya,khususnya nikmat sehat. Dimana dengan kesehatan kita dapat
belajar dan berfikir,merenungkan alam dan ciptaanNya.
Dan
tak lupa sholawat beriring salam tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah
SAW, yang telah gigih berjuang membela islam dan melawan kejahiliyahan,sehingga
kita dapat merasakan cahaya ilmu pengetahuan sampai saat ini.
Bersama
tetesan tinta ini penulis tak lupa mengucapkan terimakasih kepada bapak ibu
yang telah menghantarkan hingga ke bangku kuliah dan dengan motivasinya
tertanam semangat pada diri penulis untuk terus gigih berjuang belajar untuk
mencari ridhoNya.
Dan
penulis mengucapkan beribu terima kasih kepada pengampu dosen mata kuliah yang
telah memberikan tugas kepada penulis berupa makalah,semoga degan tugas ini
tujuan proses kegiatan belajar mengajar tercapai,yakni pemahaman pada diri
panulis terhadap ilmu yang telah di sampaikan dan dapat mengamalkannya pada
kehidupan sehari-hari khususnya.
Sebelum
tetesan tinta ini habis,izinkan penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
Al Ahwal As Syakhsiyah (A) yang telah memberikan dukungannya baik moril maupun
materiil.
Demikian
yang dapat penulis sampaikan,masih banyak kekurangan dalam makalah ini,penulis
sangat berharap ada masukan agar nantinya bisa lebih baik lagi. Baik dalam
tugas selanjutnya atau dalam realisasinya di masyarakat.
Wassalamu’allaikum wr.wb
Yogyakarta,
30 November 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar............................................................................................................. 2
Pendahuluan................................................................................................................. 5
Pembahasan.................................................................................................................. 7
Pengertian
Penafsiran....................................................................................... 7
Cara Atau Metode Penafsiran.......................................................................... 8
Macam-Macam Cara
Penafsiran...................................................................... 11
Cara Penerapan Metode
Penafsiran................................................................. 11
Kesimpulan.................................................................................................................. 14
Penutup......................................................................................................................... 15
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental
dimana dalam sistem hukum ini sumber hukum yang utama adalah
Perundang-Undangan. Sehingga segala hal yang berhubungan dengan perundang-undangan
lebih diutamakan eksistensi serta pelaksanaannya. Hal yang berhubungan dengan
perundang-undangan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai
penafsiran hukum, dimana hukum yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu
sebagaimana menurut Bapak Bagir Manan adalah “ Kumpulan asas dan kaidah hukum
tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat
secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau
pengadilan dalam negara Indonesia” , dimana hukum positif sudah seharusnya
dapat diaritkan dan dipahami secara jelas mempertimbangkan dasar filosofis,
sosiologis dan juga yuridisnya.
Dalam hal ini penafsiran hukum yang dilakukan oleh
hakim sebagai salah satu penegak hukum, harus dilandasi dengan pertimbangan
dari asas-asas penerapan hukum positif, yang dilakukan dalam rangka :
1. Melaksanakan hukum sebagai suatu
fungsi pelayanan atau pengawasan terhadap kegiatan masyarakat .
2. Mempertahankan hukum akibat terjadi
pelanggaran atas suatu aturan hukum seperti yang dilakukan oleh badan
peradilan.
Dalam hal ini penafsiran hukum adalah tugas dari badan
peradilan yang pada hakekatnya merupakan tugas dan wewenang seorang hakim untuk
dapat memutus suatu perkara dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada.
Penjelasan diatas sedikitnya telah menggambarkan pentingnya suatu penafsiran
hukum yang dilakukan oleh hakim untuk dapat memutus suatu perkara dan
menyelesaikan suatu sengketa dalam proses penyelenggaraan peradilan, sehingga
dengan demikian perlulah kiranya penulis memahami mengenai manfaat dari
penafsiran hukum dalam tulisan ini.
BAB 2
PEMBAHASAN
Penafsiran
Hukum Dan Macam-macamnya
Pengertian Penafsiran Hukum
v Interpretasi atau
penafsiran merupakan
salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang tidak jelas
mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan
sehubungan dengan peristiwa tertentu. Dalam melakukan penafsiran hukum terhadap
suatu peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak lengkap atau tidak
jelas, seorang ahli hukum tidak dapat bertindak sewenang-wenang.[1]
v Penafsiran
hukum menurut R.Soeroso,SH. Adalah mencari dan menetapkan pengrtian atas
dalil-dalil yang tercantum dalam Undang-Undang sesuai dengan yang dikehendaki
serta yang dimaksud oleh pembuat Undang-Undang.[2]
v Menurut Prof.
J.H.A. Logemann: “Dalam melakukan penafsiran hukum, seorang ahli hukum
diwajibkan untuk mencari maksud dan kehendak pembuat undang-undang sedemikian
rupa sehingga menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang
itu.”[3]
v Penafsiran
Hukum[4]
Indonesia menggunakan aliran Rechtsvinding berarti hakim memutuskan perkara
berpegang pada undang-undang dan hukum lainnya yang berlaku di dalam masyarakat
secara gebonden vrijheid (kebebasan yang terikat) dan vrije
gebondenheid (ketertarikan yang bebas). Tindakan hakim tersebut dilindungi
pasal 20 AB (yang menyatakan bahwa hakim harus mengadili berdasarkan
undang-undang). dan pasal 22 AB (mengatakan hakim tidak boleh menolak mengadili
perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan undang-undangnya tidak lengkap).
Jika hakim menolak mengadili perkara dapat dituntut.
Apabila
undang-undangnya tidak ada (kekosongan hukum) hakim dapat menciptkan hukum
dengan cara konstruksi hukum (analogi), penghalisan hukum (rechtsverfijning dan
argumentum a contracio.
Penafsiran
atau interpretasi hukum ialah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil
yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan cara yang dikehendaki serta
yang dimaksud oleh pembuat undang-undang.
Cara-cara
atau metode penafsirannya ada bermacam-macam ialah sebagai berikut:
1.
Penafsiran menurut tata bahasa
(grammaticale interpretatie).
2.
Penafsiran dari segi sejarah
(historische interpretatie).
3.
Penafsiran dari segi sistem
peraturan/perundang-undangan yang bersangkutan (sistematische
interpretatie).
4.
Penafsiran dari segi masyarakat
(sosiologische interpretatie).
5.
Penafsiran otentik (authentieke
interpretatie).
6.
Penafsiran analogis.
7.
Penafsiran a contrario.
8.
penafsiran ekstensif
9.
Penafsiran restrictif
10. Penafsiran perbandingan
Dalam menghadapi kekosongan hukum,
hakim melakukan konstruksi hukum atau penafsiran analogis. Disini hakim
mengadakan penafsiran atas suatu peraturan hukum dengan memberi ibarat (kias)
pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya. Dengan demikian, suatu
peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukan, lalu dianggap sesuai dengan
bunyi peraturan tersebut. misalnya, menyambung aliran listrik dianggap
mengambil aliran listrik.
1).
Penafsiran gramatikal, adalah penafsiran menurut tata bahasa atau
kata-kata di dalam undang-undang tersebut.
2). Penafsiran
historis atau sejarah adalah meneliti sejarah dari undang-undang
yang bersangkutan, dengan demikian hakim mengetahui maksud pembuatannya.
Penafsiran historis dibedakan menjadi penafsiran menurut sejarah undang-undang
(wet historische interpretatie) dan penafsiran menurut sejarah hukum (rechts
historische interpretatie).
3). Penafsiran
sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal satu dengang pasal
yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkakutan atau
perundang-undangan lain atau membaca penjelasan undang-undang sehingga mengerti
maksudya.
4). Penafsiran
sosiologis adalah penafsiran yang disesuaikan dengan keadaan sosial dalam
masyarakat agar penerapan hukum sesuai dengan tujuannya yaitu kepastian hukum
berdasarkan asas keadilan masarakat.
5). Penafsiran
otentik atau penafsian secara resmi yaitu penafsiran yang dilakukan
oleh pembuat undang-undang itu sendiri, tidak boleh oleh siapapun, hakim juga
tidak boleh menafsirkan,
6). Penafsiran
analogis yaitu penafsiran dengan memberi ibarat/kias, sesuai dengan azas
hukumnya sehingga suatu peristiwa yang tidak cocok dengan peraturannya dianggap
sesuai dengan bunyi peraturan itu.
7). Penafsiran
a contratrio yaitu penafsiran dengan cara melawankan pengertian antara soal
yang dihadapi dengan masalah yang diatur dalam suatu pasal undang-undang.
8). Penafsiran
ekstensif yaitu penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan
sehingga suatu peristiwa dapat dimasukan.
9).
Penafsiran restriktif yaitu penafsiran dengan membatasi arti
kata-kata dalam peraturan.
10). Penafsiran
perbandingan yaitu penafsiran komparatif dengan cara membandingkan
penjelasan-penjelasan agar ditemukan kejelasan suatu ketentuan undang-undang.
Macam-macam cara penafsiran
1.
Dalam pengertian subjektif dan
obyektif
Ad.1 Dalam pengertian subjektif dan obyektif
a. Dalam pengertian subjektif :
apabila ditafsirkan seperti yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang
b. Dalam pengertian objektif :
apabila penafsirannya lepas dari pada pendapat pembuat Undang-Undang dan sesuai
dengan adat bahas sehari-hari
2. Dalam pengertian sempit dan luas
Ad.2 Dalam pengertian sempit dan luas
a. Sempit : yakni apabila dalil yang
ditafsirkan diberi pengertian yang sangat dibatasi
b. Luas : ialah apabila dalil yang
ditafsirkan diberi penafsiran seluas-luasnya.
Cara Penerapan metode-metode penafsiran.[5]
Pembuat Undang-undang tidak menetapkan suatu sistem
tertentu yang hasus dijadikan pedoman bagi hakim dalam menafsirkan
undang-undang. Oleh karenanya hakim bebas dalam melakukan penafsiran.
Dalam melaksanakan penafsiran peraturan perundang-undangan pertama-tama
dilakukan penafsiran gramatikal, karena pada hakikatnya untuk memahami teks
pertauran perundang-undangan harusdimengerti lebih dahulu arti kata-katanya.
Apabila perlu dilanjutkan dengan penafsiran otentik, kemudian dilanjutkan
dengan penafsiran historis dan sosiologis.
Sedapat
mugkin semua metode penafsiran supaya dilakukan, agar didapat makna-makna yang
tepat. Apabila semua metode tersebut tidak menghasilkan makna yang sama , maka wajib
diambil metode penafsiran yang membawa keadilan setinggi-tingginya, karena
memang keadilan itulah yang dijadikan sasaran pembuat undang-undang pada waktu
mewujudkan undang-undang yang bersangkutan.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai
pengatur kehidupan bersama manusia, hukum harus menajalani suatu proses yang
panjang dan melibatkan berbagai aktivitas dengan kualitas yang berbeda-beda.
Dalam garis besarnya aktivitas tersebut berupa pembuatan hukum dan penegakan
hukum. Namun sebelum pada tahap penegakan hukum , terlebih dahulu terdapat
tahap penafsiran hukum dimana menunjang dan penting dalam hal penegakan hukum
pada akhirnya.
Pembuatan hukum[6]
merupakan awal dari bergulirnya proses pengaturan hukum, yang merupakan
momentum yang memisahkan keadaan tanpa hukum dengan keadaan yang diatur oleh
hukum. Ia merupakan pemisah antara dunia sosial dengan dunia hukum.
Dilihat dari
landasan teori diatas maka penafsiran hukum diperlukan dalam hal mengadili
sesuatu perkara yang diajukan. Karena hakim wajib memeriksa dan mengadilinya,
dan tidak diperbolehkan untuk menolak suatu perkara dengan dalih bahwa hukum
tidak atau kurang jelas. Dimana hakim harus bertindak berdasarkan inisiatifnya
sendiri untuk menyelesaikan perkara tersebut dengan menggali hukum tertulis dan
tidak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai seorang yang bijaksana
dan bertanggungjawab sebagaimana Undang-Undang kekuasaan kehakiman pasal 14
ayat 1 dan juga pasal 27 ayat 1,[7]
dimana dikarenakan hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat, hakim seharusnya dapat mengenal, merasakan dan
mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Sehingga dalam hal itu hakim diperlukan suatu upaya yang disebut penafsiran
hukum.
Kaidah-kaidah yang bersifat abstrak, peraturan-peraturan yang tidak tertujukan
pada seorang atau orang-orang yang tertentu berkenaan dengan suatu hal yang
konkrit, tetapi pertauran-perturan yang bersifat abstrak dan ditujukan kepada
kumpulan hal yang tidak tertentu. Dalam hal ini kita dapat memahami bahwa salah
satu masalah yang terpenting dari hukum adalah mengenai cara bagaimana
peraturan-peraturan hidup yang abstrak itu harus dilaksanakan dalam hal-hal
yang konkrit, yang timbul dalam kehidupan masyarakat. Masalah itu adalah
masalah tafsiran[8] ,
pemecahan masalah ini tidak demikian sukarnya, apabila dalam suatu hal yang
konkrit pelaksanaan dari hukum itu dengan suatu keharusan yang logis menunjukan
kearah suatu hasil yang tertentu. Namnu kenyataanya tidak semudah itu, dimana
terdapat kaidah-kaidah hukum yang menggunakan istilah-istilah yang kabur,
sebagai itikad baik, menurut keadilan dan kepatutan, bertentangan dengan
kesusilaan, bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat, bertentangan dengan
kepentingan umum, semua istilah-istilah itu membutuhkan pemahaman lebih lanjut.
Namun bahas yang merupakan suatu yang hidup, karena senantiasa berubah, baik
dipersempit maupun diperluas. Sehingga untuk memahami makna dari hukum atau
undang-undang tersebut perlu dilakukan penafsiran hukum. Sehingga tujuan hukum
dapat tercapai.
BAB III
KESIMPULAN
Penafsiran hukum atau interprestasi hukum merupakan
salah satu contoh metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang tidak
jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan
sehubungan dengan oeristiwa tertentu. Dam melakukan penafsiran hukum terhadap
suatu peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak lengkap atau tidak
jelas, seorang ahli hukum tidak dapat bertindak sewenang-wenang.
Penafsiran atau interprestasi hukmu berfungsi untuk
mencari dan menetapkan dalil-dalil hukum yang termuat dalam undang-undang yang
akan digunakan untuk menghukumi kasus-kasus kongkrit. Untuk dapat
mengaplikasikan hukum dalam kasus-kasus kongkrit yang ada dalam masyarakat maka
diperlukanlah interprestasi hukum. Interprestasi hukum diperlukan karena hukum bersifat
dinamis, maka untuk menegakkan suatu hukum kita harus memandang kodifikasi
sebagai pedoman agar ada kepastian hukum, sementara didalam menjatuhkan keputusan
,kita harus memepertimbangkan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
Waktu
berjalan seolah semakin cepat, semakin kompleks problema yang ada, hingga
peradaban harus mengkaji secara kontemporer, tidak staknan dalam menafsirkan
segala yang terjadi. Bak bait-bait puisi yang harus ditafsirkan antara kata dan
makna yang ada didalamnya. Begitu pula kehidupan ini semakin banyak tugas dan
problema yang kita hadapi itulah yang harus kita tafsirkan. Bagaimana kita
menafsirkan dari segi pelajaran dan hikmahnya, agar kita tambah bersyukur dan
bersabar untuk melangkah kegerbang masa depan. Begitu juga rasa syukur kami
atas tugas yang telah diamanahkan kepada kami akhirnya kami dapat
menyelesaikannya, meski masih banyak kekurangan dalam memaparkannya. Semoga
setetes karya tulis ini dapat bermanfaat.Amin.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ruhiatudin,Budi.Pengantar Ilmu Hukum.Yogyakarta:TERAS,2009.
2.
Kansil.Penagntar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta:BALAI
PUSTAKA.1989
4.
Rahardjo,Satjipto., Ilmu Hukum, Bandung:PT Citra Aditya Bakti: 2006, hlm.175
5. Dr. Yudha Bakti Ardhiwisastra,SH.MH, Penafsiran
dan Konstruksi Hukum. (Bandung:Alumni:2000),hlm 7
6. Kan,Van dan Beekhuis, Pengantar Ilmu Hukum.PT
Pembangunan:1965.hlm. 161
7. R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,
Jakarta:Sinar Grafika:2002, hlm 99
8. http://kuliahonline.unikom.ac.id/?listmateri/&detail=2924&file=/Penafsiran-Hukum.html
9.http://www.pendekarhukum.com/index.php?option=com_content&view=article&id=34:penafsiran-hukum&catid=1:ilmuhukum&Itemid=16
11. http://masyarakathukum.blogspot.com/2008/03/macam-macam-penemuan-hukum.html
[2] Dalam
buku Soeroso di halaman 97
[3] http://kuliahonline.unikom.ac.id/?listmateri/&detail=2924&file=/Penafsiran-Hukum.html
[4] http://www.pendekarhukum.com/index.php?option=com_content&view=article&id=34:penafsiran-hukum&catid=1:ilmuhukum&Itemid=16
[5] R.Soeroso,SH,
Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika:2002), hlm 99
[6] Prof.
Dr. Satjipto Rahardjo,S.H., Ilmu Hukum, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti: 2006),
hlm.175
[7] Dr.
Yudha Bakti Ardhiwisastra,SH.MH, Penafsiran dan Konstruksi Hukum.
(Bandung:Alumni:2000),hlm 7
[8] Prof.
MR.J.Van Kan dan Prof. Mr. J.H.Beekhuis, Pengantar Ilmu Hukum. ((PT
Pembangunan:1965).hlm. 161
Tidak ada komentar:
Posting Komentar