KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Sistem Hukum
Kontinental dan Anglo Saxon”. Dalam meyelesaikan
makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi
dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang kami
miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah pengantar ilmu
hukum dan teman-teman yang bekerjasama untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
butuh banyak perbaikan dan bimbingan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran demi perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat
bagi para pembaca,
amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................3
A.
Latar Belakang………………………………………………………….3
B.
Rumusan Masalah……………………………………………………....4
C.
Tujuan Penulisan…………………………………………………….....4
D.
Metodologi……………………………………………………………..4
E.
Sistematika Penulisan…………………………………………………..4
BAB II: PEMBAHASAN……………………………………………………….5
A. Pengertian Sistem Hukum……………………………………………...5
B. Macam-Macam Sistem Hukum………………………………………..6
1.
Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)……………………..6
2.
Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)……………………..10
C. Sejarah Terjadinya Sistem Hukum Eropa Kontinental
& Anglo Saxon………………………………………………………………….15
1.
Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)…………………….15
2.
Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)……………………..18
D. Sistem Hukum Indonesia……………………………………………..19
BAB III: PENUTUP……………………………………………………………22
Kesimpulan……………………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….23
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Berbicara mengenai sistem
hukum, walaupun secara singkat, hendaknya harus diketahui terlebih dahulu arti
dari sistem itu. Dalam suatu sistem terdapat komponen-komponen yang saling
berhubungan, saling mengalami ketergantungan dalam keutuhan organisasi yang
teratur serta terintregasi. Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat
suatu pertentangan atau benturan antara bagian-bagian. Selain itu, juga tidak
boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih di antara bagian-bagian itu.
Suatu sistem mengandung
beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya. Dapat dikatakan bahwa
suatu sistem tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Dengan demikian,
sifat sistem itu menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan
komponen-komponennya bekerja sama dalam hubungan fungsional. Jadi, hukum adalah
suatu sistem. Artinya suatu susunan atau tataan teratur dari aturan-aturan
hidup. Keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain.
Mengklasifikasikan sistem hukum
yang ada di dunia menjadi tiga macam keluarga hukum atau tradisi hukum utama
telah menjadi praktik yang diakui secara umum. Ketiga keluarga hukum tersebut
adalah : civil law (eropa
kontinental), common law (anglo
saxon), dan socialist law. Tradisi
hukum didefinisikan sebagai sekumpulan sikap yang telah mengakar kuat dan terkondisikan
secara historis terhdap hakikat hukum, aturan hukum dalam masyarakat dan
ideologi politik, organisasi serta penyelenggaraan sistem hukum.
- Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang disebutkan tadi,
dapat ditetapkan perumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa yang dinamakan sistem hukum Eropa
Kontinental dan Anglo Saxon?
2) Sejak kapan sistem-sistem hukum tersebut
muncul?
3) Bagaimana sejarahnya?
- Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan yang disusun dalam bentuk makalah
ini adalah untuk memaparkan pemahaman tentang
1) Sistem hukum kontinental
2) Sistem hukum anglo saxon
D. Metodologi
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah
ini adalah metode pengumpulan data & analisis. Dalam menyusun makalah ini
kami membaca buku-buku mengenai sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon
yang kami miliki, dan yang ada di perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Kami juga mengambil beberapa bahan yang ada di internet.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini tersusun dari dari 3 bab yaitu:
Bab
I : Pendahuluan
Bab
II : Pembahasan
Bab
III : Penutup
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sistem Hukum
Istilah “sistem” berasal dari perkataan dan bahasa
latin-yunani yaitu “systema” artinya keseluruhan yang terdiri
bermacam-macam bagian. Secara umum sistem didefinisikan sekumpulan elemen-elemen
yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu di dalam
lingkungan yang kompleks.
Dalam definisi tersebut ada lima unsur utama, yaitu:
1. Elemen-elemen atau bagian-bagian
2. Adanya interaksi antar elemen
3. Adanya sesuatu yang mengikat antar
elemen
4. Terdapat tujuan bersama sebagai hasil
akhir
5. Berada dalam suatu lingkungan yang
kompleks
Sistem sering dijelaskan sebagai mengandung subsistem-subsistem
yang saling berinteraksi subsistem-subsistem ini dipandang juga sebagai sistem-sistem
yang lebih rendah tingkatannya yang juga memilki subsistem-subsistem sendiri
yang saling berinteraksi, dan demikian seterusnya. Jadi pengertian sistem
bergantung kepada latar belakang cara pandang orang mencoba mendefinisikannya.
Jadi yang dimaksud dengan sistem hukum adalah suatu
susunan atau tatanan yang diatur, suatu keseluruhan yang terdiri atas
bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana
atau pola, hasil dari suatu pemikiran, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.[1]
B.
Macam-macam Sistem Hukum
Pada dasarnya sistem hukum di dunia ada dua kelompok
besar yaitu sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo-Saxon. Selain
dari dua tersebut, sebenarnya masih ada lagi seperti sistem hukum islam dan
sistem hukum adat. Akan tetapi pada makalah ini, kami lebih menitik beratkan
pada pembahasan sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo Saxon.
Adapun perincian atas kedua sistem hukum tersebut adalah:
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
(Civil Law)
Sistem
hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya
berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis
yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60%
dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.[2]
Sistem hukum ini berkembang di
negara-negara eropa daratan yang sering disebut sebagai Civil Law.
Civil law,
dalam satu pengertian merujuk ke seluruh sistem hukum yang saat ini diterapkan
pada sebagian besar negara Eropa Barat, Amerika
Latin, negara-negara
Timur dekat, dan sebagian wilayah Afrika, Indonesia dan Jepang. Sistem ini
diturunkan dari Romawi
kuno, dan yang pertama kali diterapkan di Eropa berdasarkan jus civile
Romawi-hukum privat yang dapat diaplikasikan terhadap warga negara dan di
antara warga negara, di dalam batasan sebuah negara dalam konteks domestik. Sistem
ini juga disebut jus quiritum, sebagai lawan dari jus gentium-hukum
yang dapat diaplikasikan secara internasional, yakni antar negara. Pada waktu
yang tepat akhirnya, hukum ini dikompilasikan dan kemudian “dikodifikasikan”
dan banyak pengamat sering merujuk pada civil law sebagai hukum
terkodifikasi yang paling utama.[3]
Sebenarnya semula berasal dari
kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran romawi pada masa pemerintahan
kaisar justinianus abad VI sebelum masehi. Peraturan-peraturan hukumnya
merupakan kumpulan dari pelbagi kaidah hukum yang ada sebelum masa justinianus
yang kemudian disebut Corpus Juris Civilis atau lebih singkatnya disebut
Corpus Juris
Konten dari Corpus Juris Civilis
adalah:[4]
1. Institusi (atau Institutes) –
sebuah risalah sistematis yang dibuat sebagi sebuah buku teks elementer untuk
para siswa hukum tahun pertama yang didasarkan pada Institutes karya
Gaius sebelumnya.
2. Digest
atau Pandect – sebuah kompilasi dari beberapa fragmen tulisan yuristik
Romawi yang telah disunting, disusun berdasarkan judul atau kategori yang
diambil dari zaman klasik, tetapi meliputi materi dari republik sebelumnya
sampai dengan abad ke-3 M. Ini adalah bagian terrpenting dari corpus juris
dan nuansa tulisan-tulisan zaman klasik masih sangat kental. (perbandingan
system hukum)
3. Codex
– sebuah koleksi rancangan hukum imperial termasuk maklumat dan keputusan
yudisial mulai dari zaman Hadrian yang disusun secara kronologis dalam
masing-masing judul supaya bisa dlacak evolusi hukum dari sebuah konsep dimana
fakta-fakta dalam sebuah perkara dibedakan dari fakta-fakta yang serupa dalam
kasus sebelumnya.
4. Novels
– sebuah koleksi legislasi imperial yang dibuat oleh Justinian sendiri yang
didasarkan pada koleksi pribadi dan diterbitkan secara berurutan menyusul
penerbitan ketiga lainnya yang secara resmi disebarluaskan antara tahun 533 dan
544. Tak ada edisi resmi dari novels yang diterbitkan.
Dalam perkembangannya,
prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada corpus juris civilis itu
dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara eropa daratan,
seperti Jerman, Belanda, Prancis, dan Italia, juga Amerika latin dan Asia
termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintahan Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem
hukum kontinental itu ialah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena
diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun
secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Prinsip dasar
ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan
hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum
yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut,
hakim tidak dapat leluasa mencipatkan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
umum. Hakim hanya berfungsi mentepkan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas
wewanangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat pra pihak
yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).
Sistem civil
law mempunyai tiga karakteristik yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak
terikat pada preseden sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang paling
utama, dan sistem peradilan yang bersifat inkuisitorial.[5]
Sumber hukum civil law antara lain:
1. Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes).
2. Peraturan-peraturan hukum (Regulation = administrasi negara= PP, dll), 3. Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
1. Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes).
2. Peraturan-peraturan hukum (Regulation = administrasi negara= PP, dll), 3. Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
Berdasarkan sumber-sumber hukum
itu, maka sistem hukum kontinental penggolongannya ada dua yaitu penggolongan
dalam bidang hukum publik dan hukum privat. Hukum publik (droit public) mencakup
peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa atau
negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Hukum publik
mengatur lembaga-lembaga milik negara yang memberikan layanan publik, sekolah,
rumah sakit dan pemerintah daerah, serta mengatur kedudukan hukum orang-orang
yang melayani negara.[6]
Yang termasuk hukum publik ialah:
a. Hukum tata negara
b. Hukum administrasi negara
c. Hukum pidana
Hukum privat (droit prive) mencakup
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara
individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Hukum Privat
mengatur hak dan kewajiban dari perorangan atau perusahan privat.[7]
Yang termasuk dalam hukum privat ialah:
a. Hukum sipil
b. Hukum dagang
Sejalan dengan perkembangan
peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan
hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor
berkut:[8]
a. Terjadinya proses sosialisasi didalam
hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan
masyarakat.Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur “kepentingan umum
atau masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin. Misalnya, bidang hukum
perburuhan dan hukum agraria.
b. Makin banyaknya ikut campur negara dalam
bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan.
Misalnya, dibidang perdagangan, perjanjian, dan sebagainya.
Sistem hukum Eropa Kontinental (common law)
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem hukum ini diantaranya
adalah sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi. Dengan terkodifikasi
tersebut tujuannya supaya ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui
dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum (kepastian hukum
yang lebih ditonjolkan). Contoh tata hukum pidana yang sudah dikodifikasikan
(KUHP), jika terjadi pelanggaran tehadap hukum pidana maka dapat dilihat dalam
KUHPidana yang sudah dikodifikasikan tersebut.
Sedangkan
kelemahannya adalah sistemnya terlalu kaku, tidak bisa mengikuti
perkembangan zaman karena hakim harus tunduk terhadap perundang-undang yang
sudah berlaku (hukum positif). Padahal untuk mencapai keadilan masyarakat hukum
harus dinamis.[9]
2. Sistem Hukum Anglo
Saxon (Common Law)
Sistem
hukum Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi,
yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim selanjutnya.[10]
Dikatakan pula bahwa sistem hukum Anglo Saxon merupakan hukum yg dibuat berdasarkan adat atau tradisi
yg berlaku dalam masyarakat dan keputusan hakim. Pada mulanya, sistem hukum ini
tidak tertulis.[11]
Sistem common
law Inggris, yang terdiri atas beberapa karakteristik hukum, sudah
sewajarnya jika dipandang sebagai salah satu sistem hukum utama di dunia.
Meskipun bukan merupakan sistem hukum tertua yang pernah ada, sistem hukum Inggris
merupakan hukum nasional tertua yang berlaku umum di seluruh wilayah kerajaan.
Sama seperti sistem civil law, sistem hukum Inggris dilahirkan melalui
rentetan peristiwa bersejarah, serangkaian sumber hukum, ideologi, doktrin,
institusi yang berbeda dan moda pemikiran hukum yang berbeda yang secara
kolektif yang membentuk tradisi common law Inggris. Tradisi hukum ini
berhasil “dicangkokkan” dari Inggris ke berbagai negara di seluruh dunia yang
secara kultural, juga secara geografis dan linguistik, berbeda dengan Inggris.
Tradisi tersebut di tempat-tempat seperti Australia, Asia Tenggara, India, dan
Hongkong, kemudian diformulasikan dan dijadikan bagian dari sistem hukum yang
berlaku saat itu pada yurisdiksi tertentu. Luar biasanya sumber-sumber hukum,
institusi dan hukum Inggris yang unik ini dapat berdiri bersama dengan budaya,
agama, dan hukum adat asli dari tempat-tempat tersebut, dan seringkali muncul sistem
dualistik.
Pada awalnya
penerimaan terhadap hukum Inggris adalah sebagai akibat dari kolonialiasi Inggris,
misi perdagangan dan dominasi kerajaan Inggris selama periode-periode penting
dalam sejarah dunia. Tetapi beberapa bekas koloni, jauh setelah era pasca
kolonial mereka dan setelah tahap pengembangan nasionalis mereka masih terus
menggunakan pendekatan common law dan filsafat hukum Inggris dalam
sistem hukum mereka.
Sistem Hukum
Inggris mempunyai dua pembidangan hukum yaitu hukum common law dan hukum equity.
Equity adalah suatu kumpulan norma-norma hukum yang berkembang pada abad ke-13
dan diterapkan oleh badan pengadilan yang dinamakan court of chancery. Equity
terbentuk karena common law dalam memberikan putusannya idak dapat memuaskan
para pencari keadilan, bahkan dalam banyak hal tidak mampu untuk mengadilinya,
sehingga mereka mencari kesempatan untuk meminta keadilan kepada pihak lain
dalam ini pimpinan gereja (Lord Chancellor). Cara ini tidak bertentangan
dengan rasio sistem pengadian Inggris pada waktu itu, karena Royal Court
adalah pengadilan sentral yang hakim-hakimnya diangkat oleh raja dan mengadili
atas nama raja. Sebaliknya Lord Chancellor adalah rohaniawan. Yang
dikenalnya adalah hukum gereja, sehingga putusan-putusan yang dijatuhkan adalah
berdasarkan hukum gereja (kanonik). Maka, Ditinjau dari sejarahnya, bila
dihubungkan dengan common law maka fungsi equity adalah:[12]
1.
Melengkapi kekurangan-kekurangan common law
2.
Mengadakan koreksi terhadap common law
Sistem
hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika
Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara
bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum
Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara
lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan,
India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon,
namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum Anglo Saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.[13]
Sistem hukum Anglo Saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.[13]
Telah
dikatakan bahwa common law “sudah ada sejak zaman dahulu kala” tetapi
sebetulnya baru teridentifikasi dan dikatakan dapat digunakan pada sekitar
pertengahan sampai akhir abad ke-12. Lebih jauh lagi, pada abad ke-12 sampai 13
masehi, di tengah kekhawatiran terhadap “intelektualisme” hukum Romawi yang
menjalari seluruh Eropa Kontinental yang terdiri atas risalah-risalah corpus
juris yang telah diakui, risalah-risalah prosedur hukum Romano-Canonical
(hukum gereja Romawi), hukum adat dan legalisasi kerajaan yang semuanya telah
mengalami absorbsi hukum Romawi yang amat besar, hukum Inggris telah mengalami
era “modernisasi”nya. Tradisi common law Inggris dan pengadilan common law
sudah terbentuk dan pada saat itu tahan terhadap penerimaan hukum Romawi, atau,
bahkan hukum asing yang lainnya.[14]
Sistem hukum Anglo Saxon kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo Amerika”.
Sistem hukum mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut
sebagai sistem Common Law dan sistem Unwritten Law (tidak tertulis). Walaupun
disebut sebagai sistem unwritten law,
hal ini tidak sepenuhnya benar. Alasannya adalah sistem hukum ini dikenal pula
adanya sumber-sumber hukum yang tertulis (statues).
Sistem common
law juga memiliki tiga karakteristik yaitu yurisprudensi dipandang sebagai
sumber hukum yang paling utama, dianutnya doktrin stare decisis, dan
adanya adversary system dalam konteks peradilan.[15]
Sumber Hukum common law antara lain:
1. Putusan–putusan
hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions).
Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan
hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
2. Kebiasaan-kebiasaan
dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan
administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan
dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan.
Dalam
perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian hukum
publik dan hukum privat. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir
sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental.
Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo
Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa
kontinental. Bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian hukum privat lebih
ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang:[16]
1. hak
milik (law of property),
2. hukum
tentang orang (law of persons),
3. hukum
perjanjian (law of contract) dan
4. hukum
tentang perbuatan melawan hukum (law of tort).
Sistem hukum
Anglo Saxon juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihannya
adalah hakim diberi wewenang untuk melakukan penciptaan hukum melalui
yurisprudensi (judge made law). Berdasarkan keyakinan hati nurani dan
akal sehatnya keputusannya lebih dinamis dan up to date karena
senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
Sedangkan Kelemahannya
adalah tidak ada jaminan kepastian hukumnya. Jika hakim diberi kebebasan
untuk melakukan penciptaan hukum dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali
hakim tersebut sudah dibekali dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi.
Untuk negara-negara berkembang yang tingkat korupsinya tinggi tentunya sistem
hukum anglo saxon kurang tepat dianut.[17]
C.
Sejarah Terjadinya Sistem Hukum Kontinental (Civil Law) dan Anglo Saxon
(Common Law)
Sejak awal abad pertengahan sampai pertengahan abad
XII, hukum Inggris dan hukum Eropa kontinental masuk ke dalam sistem hukum yang
sama yaitu hukum Jerman. Satu abad kemudian terjadi perubahan situasi. Hukum
romawi yang merupakan hukum materiil dan hukum kanonik yang merupakan hukum
acara dalam merubah kehidupan di Eropa Kontinental. Sedangkan di Inggris
terluput dari pengaruh tersebut. Di negeri itu masih berlaku hukum asli rakyat
Inggris.
1. Sejarah Terjadinya
Sistem Hukum Kontinental (Civil Law)
Sistem
yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental yang didasarkan atas hukum
Romawi disebut sebagai sistem civil law, disebut demikian karena hukum Romawi
pada mulanya bersumber pada karya agung Kaisar Justinianus yaitu corpus juris
civilis. Sedangkan sistem yang dikembangkan di Inggris karena didasarkan atas
hukum asli rakyat Ingris maka disebut sistem common law. Civil law dianut oleh
negara-negara Eropa Kontinental sehingga kerap disebut juga sistem kontinental.
Civil law sebuah sistem hukum otonom lahir dan berkembang di Eropa Kontinental
dan pengaruh kolonialisasi, perkembangan ilmu hukum, dan berbagi kodifikasi
kunci, khususnya yang terjadi pada abad ke-19, telah memainkan peranan dalam
pembentukan jenis hukum ini.
Selain
itu sistem ini telah berevolusi selama lebih dari seribu tahun yang sudah pasti
mengalami berbagai perubahan signifikan dalam hal konten dan prosedur
substansifnya, dan yang dalam fase perkembangan awalnya, selama lima abad
didominasi oleh tulisan-tulisan para ahli hukum zaman klasik. Karya ilmiah yang
luar biasa ini mengalami pengkajian kembali pada abad ke-11 dan 12 di beberapa
universitas ketika studi tentang hukum Romawi kembali menarik perhatian, dan
dalam hal ini kembali terulang pada abad ke-17 dan 18 ketika aliran hukum alam
memaksakan pengaruh filosofinya. Oleh sebab itu bukan suatu kebetulan apabila
tulisan-tulisan doktrinal memainkan sebuah peranan yang signifikan, bahkan
hingga saat ini di negara-negara seperti Prancis dan Jerman, kerena para ahli
hukum zaman klasik sebenarnya sudah menciptakan struktur yang didalamnya
praktik hukum diciptakan dan dikembangkan.[18]
Dalam
sejarah dunia, hukum Romawi telah mengalami dua periode perkembangan. Pertama,
periode yang dimulai dari zaman Kekaisaran Romawi yang berakhir dengan
kompilasi yang dilakukan oleh Kaisar Justinian, yang diantaranya adalah Codex
dan Digest, yang satu menanggung warisan imperialis dan yang lainnya
adalah buah dari yuristik Romawi seperti yang terdapat pada era pra-Justinian.
Kedua, (kadang-kadang dirujuk sebagai zaman kebangkitan atau Renaissance or
Roman Law atau Kehidupan Kedua Hukum Romawi), periode yang dimulai dengan
studi terhadap karya-karya Justinian di beberapa universitas di Italia pada
akhir abad ke-11 M. popularitas para intelektual ini terus menyebar ke seluruh
daratn Eropa dan sampai batasan tertentu bahkan sampai ke Inggris zaman
pertengahan yang menyisakan kesan abadi pada terminologi yuristik dan pemikiran
hukum dan juga pada struktur sistem hukum Eropa yang terus berlanjut sampai
zaman “kodifikasi besar-besaran” pada abad ke-19.[19]
Selama
abad ke-11 dan 12, dalam rangka mensejajarkan diri dengan renaissance di bidang
filsafat, canon law (hukum Gereja) dan teologi, studi hukum Romawi
mengalami kelahiran dan kebangkitan kembali, atau dalam kalimat Nicholas
mengalami “Kehidupan Kedua”. Ada berbagai alasan yang bisa ditemukan yang telah
menyebabkan kesuksesan dan popularitas hukum Romawi saat itu[20]:
1. Kondisi ekonomi dan politik saat itu
kondusif bagi studi bidang hukum dan ada
penerimaan yang cukup baik terhadap karya-karya, seperti Digest. Dalam
bidang politis ada kebutuhan yang amat besar terhadap sebuah system hukum yang
dapat menyatukan dan mengorganisasikan kondisi saat itu. Kekuasaan pemerintahan
membutuhkan sentralisasi untuk mencegah terjadinya perpecahan. Secara ekonomi,
sebuah masyarakat yang melihat kemunculan pusat-pusat perdagangan dan industri
membutuhkan sebuah hukum yang dapat menangani perubahan bidang perdagangan
komersial yang cepat.
2. Digest
memiliki suatu kesan otoritas karena dibuat dalam bentuk sebuah buku ditulis
dalam bahasa latin dan merupakan sebuah relik dari imperium romanum
lama. Roma pada masa jayanya, dengan semua penaklukan, kegemilangan dan
supremasi serta sebagai simbol kesatuan, menawarkan sebuah harapan bagi adanya
sebuah kesatuan hukum.
3. Corpus Juris
juga merupakan produk dari Justinian yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai
kaisar Romawi yang suci, dan oleh sebab itu karya-karyanya mengandung otoritas
dari Paus dan Kaisar, dan sungguh merupakan sebuah bentuk legalisasi imperial.
Sehingga para praktisi hukum Italia hampir selalu punya kewajiban untuk
mempelajari Digest.
4. Digest
merupakan sebuah kompilasi yang secara intelektual menantang bagi para praktsi
hukum pada Zaman Pertengahan, bahasanya sulit untuk diikuti dan tatanan yang
digunakannya dalam memperlakukan berbagi macam topik termasuk perlakuan
hukumnya yang tidak familiar yang didasarkan pada sistem ganti rugi kuno namun
seringkali hanya menawarkan beberapa contoh perkara yang telah diputuskan tanpa
disertai konsep penuntun. Pengkajian terhadapnya menarik minat orang-orang
dengan kemampuan intelektual yang tinggi yang kemudian menjadi spesialis dalam
studi tersebut dan menguasai skil professional dalam meinginterpretasikannya.
5. Hukum Romawi yang terdapat pada
Corpus Juris juga memberikan berbagai solusi terperinci dan pendekatan
terhadap permasalahan praktis. Ia juga memiliki struktur yang secara konseptual
sangat kuat dengan dengan pembedaan yang jelas yang dapat diadopsi terhadap
hampir semua situasi atau masalah dengan kesederhanaan dan kejelasan.
6. Yang terakhir, telah dikatakan bahwa
“karakter rasional dari hukum Romawi dan kebebasannya dari relativitas terhadap
suatu tempat dan waktu tertentu” yang telah menyumbangkan porsi yang sangat
besar bagi keberhasilan hukum Romawi.
2. Sejarah Terjadinya Sistem Hukum Anglo Saxon
(Common Law)
Sebaliknya, Sistem common law
dianut oleh suku-suku Anglika dan Saksa yang mendiami sebagian besar Inggris
sehingga disebut juga sistem Anglo-Saxon. Suku Scott yang mendiami Skotlandia
tidak menganut sistem hukum ini meskipun berada di tanah Inggris mereka
menganut system civil law. Negara-negara bekas jajahan negara-negara
kontinental juga menganut sistem civil law. Sama halnya, negara-negara
berbahasa Inggris yang merupakan bekas jajahan Inggris menganut sistem common
law.[21]
Hukum inggris yang dibawa ke
amerika serikat oleh para imigran inggris pada sekitar abad ke-16 dan 17.
Setelah Negara amerika serikat merdeka, para imigran itu menghendaki agar
sistem common law diberlakukan di Amerika Serikat.[22]
Akan tetapi Amerika Serikat sebagai bekas jajahan Inggris mengembangkan sistem
yang berbeda dari yang berlaku di Inggris meskipun masih dalam kerangka sistem
common law. Di lain pihak perkembangan politik, ekonomi, dan teknologi yang
terjadi di Amerika Serikat lebih pesat daripada yang terjadi di Inggris. Maka
dari itu perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya transaksi dengan
negara-negara lain. Hal ini berimplikasi pada banyaknya hukum Amerika Serikat
yang dijadikan acuan atau landasan transaksi yang bersifat internasional. Oleh
karena itulah sistem common law pada saat ini lazim disebut sebagai sistem
Anglo-Amerika.
Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya melandasi pola hukum
positif di negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negara Asia
yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia, selain di
Amerika Serikat sendiri.
Sistem hukum anglo amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan
nama the doctrine of precedent/stare
decisis. Pada hakikatnya doktrin ini menyatakan bahwa dalam memutuskan
suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum
yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden). Dalam hal itu tidak ada
putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya.
Kalau itu dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembanga zaman, hakim dapat
menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, dan akal
sehat (common sense) yang dimiliknya.
Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang
dari putusan-putusan hakimuntuk suatu perkara atau kasusyang dihadapi, sistem
hukum Anglo Amerika, secara berlebihan, sering disebut sebagai Case Law.[23]
D. Sistem Hukum
Indonesia
Sistem Hukum Indonesia
sebagai sebuah sistem aturan yang berlaku di negara Indonesia adalah sistem
aturan yang sedemikian rumit dan luas, yang terdiri antara unsur-unsur hukum
dimana di antara unsur hukum yang satu dengan yang lain saling bertautan,
saling pengaruh mempengaruhi serta saling mengisi. Oleh karenanya membicarakan
satu bidang atau subsistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak bisa
dipisahkan diri yang lain sehingga mirip dengan tubuh manusia. Unsur hukum
bagaikan suatu organ yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari organ yang
lain.
Istilah hukum indonesia
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjuk pada sistem norma
yang berlaku dan atau diberlakukan di indonesia. Hukum indonesia adalah hukum, sistem
norma atau sistem aturan yang berlaku di indonesia. Dengan kata lain yang juga
populer digunakan, Hukum indonesia adalah hukum positif indonesia, semua hukum
yang dipositifkan atau yang sedang berlaku di indonesia. Membicarakan sistem
hukum indonesia berarti membahas hukum secara sistematik yang berlaku di
indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan yang
unsur-unsur subsistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling pengaruh
memengaruhi serta slaing memperkuat atau memperlemah antara satu dengan yang
lainnyatidak dapat dipisahkan.
Sistem hukum Indonesia merupakan
gabungan dari sistem hukum Barat (Eropa Kontinental dan Anglo Saxon), Hukum Islam,
dan Hukum Adat. Hukum barat masuk ke Indonesia karena para penjajah menerapkan
hukum barat sebagai perundang-undangan sebagai tata kehidupan kawasan jajahan. Hukum
islam, karena islam datang ke Indonesia sehingga hukum islam pun diterapkan. Hukum
adat, Karena hukum tersebut digunakan bangsa Indonesia sejak dulu menurut adat
daerah masing-masing kelompok atau suku.
Sebagai suatu sistem,
Hukum indonesia terdiri atas subsistem atau elemen-elemen hukum yang beraneka
ragam, antara lain hukum tata Negara (yang bagian-bagiannya terdiri dari hukum
tata Negara dalam arti sempit dan hukum tata Negara pemerintahan), hukum
perdata (yang bagian-bagiannya terdiri atas hukum perdata dalam arti sempit,
hukum acara perdata dan hukum dagang atau hukum bisnis), hukum pidana (yang
bagian-bagiannya terdiri dari hukum pidana umum, hukum pidana tentara, hukum
pidana ekonomi serta hukum acara pidana), serta hukum internasional (yang
terdiri atas hukum nasional publik dan hukum perdata internasional)
Hukum indonesia memiliki
sumber hukum, antara lain:
1.
Pancasila
2.
Undang-undang dasar 1945
3.
Undang-undang
4.
Traktat atau trinity
5.
Doktrin atau pendapat para ahli hukum
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem hukum merupakan suatu susunan atau tatanan
yang diatur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan
satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu
pemikiran, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sistem
hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya
berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi secara sistematis yang akan
ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya.
Sistem hukum
Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim selanjutnya.
Hukum Indonesia merupakan sistem
hukum yang berlaku di negara Indonesia yang bersumber dari Pancasila, UUD 1945,
Undang-Undang, Traktat, dan Doktrin.
DAFTAR PUSTAKA
De Cruz,
Peter. 2010. Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common Law dan Socialist
Law. Diterjemahkan dari karya Peter De Cruz, Comparative Law in a
Changing World. Bandung : Nusa Media.
Syarifin,
Pipin. 1998. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : Pustaka Setia.
Djamali,
Abdoel. 2010. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.
Mahmud, Peter. 2009. Pengantar Ilmu
Hukum. Jakarta : Prenada Media Group.
Manan, Abdul. 2009. Aspek-Aspek
Pengubah Hukum. Jakarta : Prenada Media Group.
Soeroso. 2005. Pebandingan Hukum
Perdata. Jakarta : Sinar Grafika.
http://slowdownthing.blogspot.com/2009/11/ciri-ciri-negara-hukum-anglosaxon-dan.html.
diakses pada hari Kamis, 15 Desember 2011, pukul 22.00 WIB.
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-5-anglo-saxon-common-law.html.
diakses pada hari Kamis, 15 Desember 2011, pukul 22.10 WIB.
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-7-eropa-kontinental-civil.html.
diakses pada hari Jum’at, 16 Desember 2011, pukul 19.00 WIB.
http://www.proz.com/kudoz/english_to_indonesian/law_general/2776619-common_law.html. diakses pada hari Sabtu, 17 Desember 2011, pukul 08.30 WIB.
[1] Pipin Syarifin S.H., Pengantar
Ilmu Hukum, CV Pustaka Setia, Bandung, 1998, hlm. 161-162.
[3] Peter De Cruz, Perbandingan
Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Socialist Law, Nusa Media, Bandung,
2010, hlm. 61.
[4] Peter De Cruz, hlm.
76-77.
[5] Prof.
Dr. Peter Mahmud, S.H., M.S., LL.M., Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media
Group, Jakarta, 2009, hlm. 286.
[6] Peter De Cruz, hlm.
109.
[7] Peter De Cruz, hlm.
109.
[14] Peter De Cruz, hlm.
141-143.
[16]
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-5-anglo-saxon-common-law.html
[17]
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-5-anglo-saxon-common-law.html
[18] Peter De Cruz, hlm.
67.
[19] Peter De Cruz, hlm.
68.
[21] Peter Mahmud, hlm.
261-262.
[22] Prof. Dr. H. Abdul
Manan, S.H., S.Ip., M.Hum., Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Prenada Media
Group, Jakarta, 2009, hlm. 35.